Nguri uri budaya Jawa kang adiluhung

Aja sira age-age nandangi pakaryan gede,utawa ngarep-arep tekane pakaryan gede,amarga pakaryan gede iku arang tekane,kang kerep sira sandung iku pakaryan kang cilik-cilik.Sira aja ngremehake marang pakaryan kang cilik-cilik iku,sabab yen sira durung kulina nandangi pakaryan kang gampang,kapriye anggonira bakal nandangi pakaryan kang angel.Mulane samubarang kang tinemu ing tanganira,lakonana kalawan temen-temen ing ati suci,atasna awit Karsaning Gusti,amarga ora ana pakaryan ing donya iki kang ora atas Karsaning Pangeran,nadyan kang katone remeh pisan.

Jumat, Oktober 23, 2009

Pentas Wayang Sepuluh Negara


Kendati susah menggalang penggemar di dalam negeri, pentas wayang masih menggairahkan buat seniman lintas Negara.

Bunyi gamelan mengalun syahdu. Mengiringi bait bait tembang yang disuarakan pesinden dan menandakan mulainya pementasan wayang semalam suntuk di Wihara Avalokitesvara, Desa Polagan, Kecamatan Galis, Pamekasan, Jawa Timur, akhir pekan lalu.

Ada tiga kelompok yang memainkan gending dalam pergelaran tersebut. Yakni Kelompok nayaga (penabuh gamelan),pesinden (pelantun tembang),dan wiraswara (backing vocal).

Mulai dari tembang pembuka dalam lakon wayang, biasa disebut tetalu, hingga gending penutup pergelaran, semua dimainkan dengan dengan indah. Meski pentas menyita waktu cukup lama. Dan,sekilas tidak ada yang istimewa sebab gamelan yang ditabuh maupun tembang tembang yang dilantunkan sama seperti sajian dalam setiap pementasan wayang.

Yang istimewa dari acara yang digelar dalam rangka perayaan Kwam Im Po Sat Mencapai Kemulyaan (Jhen Tao) itu justru karena pemainnya tidak hanya berasal dari Indonesia.

Warna kulit dan wajah mereka menunjukkan bahwa seniman yang bergabung dalam pergelaran itu berasal dari belahan dunia.

Memang, pergelaran wayang kali ini melibatkan seniman asal 10 negara, antara lain Jepang, Belanda, Argentina, Skotlandia, Hongaria, Inggris, Nigeria, China, Slovakia, dan Indonesia.

Adalah Agness Saphoro, seniman asal Hongaria yang duduk di jejeran pesinden. Sementara itu, pada barisan wiraswara terdapat Ibrahim dari Nigeria. Adapun dalangnya, Ki Dalang Tee Bun Liong Sabdotejo, adalah warga keturunan China yang kini tinggal di Surabaya.

Perlibatan seniman 10 negara yang melatarbelakangi pentas wayang dengan tajuk Sri Makutharama itu dicatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai pergelaran wayang terunik.

Rekor itu merupakan rekor pertama, karena sebelumnya belum ada yang menggelar kegiatan serupa.

Ketua Panti Budaya Vihara Avalokitesvara, Kosala Mahinda, mengatakan pergelaran yang melibatkan seniman dari sejumlah negara itu selain bertujuan untuk pelestarian kesenian wayang juga untuk mempererat hubungan antar seniman.

Sejumlah negara memang memiliki kepedulian tertentu terhadap kesenian nasional, termasuk di dalamnya wayang.

“Kami juga berencana membentuk wadah bagi seniman tersebut supaya bisa melaksanakan kegiatan secara bergiliran di negara masing masing untuk lebih memperkenalkan kesenian gamelan dan wayang di dunia internasional,” kata Kosala.

Gagasan itu, kata dia, semata untuk lebih memperkenalkan kesenian tradisional yang dimiliki kebudayaan Jawa sudah hamper punah karena minimya penggemar.

Dalang asing

Ki Dalang Tee Bun Liong Sabdotejo mengaku bangga bisa tampil bersama para seniman mancanegara tersebut. Menurutnya, meski bukan seniman lokal, pementasan itu berlangsung sempurna layaknya tampil bersama seniman asli Jawa.

“Kemampuan mereka untuk menampilkan karakter sebagai pelaku seni tradisional Jawa patut diacungi jempol. Para pesinden, nayaga dan wirasawara benar benar mampu menjadi bagian dari kesenian Jawa,” katanya.

Betapa tidak, pesinden yang bukan berasal dari Jawa ini mampu menampilkan gaya pesinden Jawa dengan suaranya yang khas. Begitu pula dengan para nayaga, yang mampu memainkan musik gamelan dengan sempurna.

Ia mengaku, sebelum pementasan itu digelar, semua seniman telah melakukan latihan panjang. Latihan itu digelar di beberapa tempat, salah satunya di Panti Budaya,Pamekasan.

“Latihan itu semata untuk penyelarasan saja. Dan dari latihan itu kami bisa tahu, bahwa para seniman itu mampu pentas bersama kami tidak hanya dalam lakon Sri Makutharama, tapi juga dalam lakon yang lain.”

Saat ini sedang dijajaki kemungkinan untuk melakukan pementasan wayang yang melibatkan seniman dari negara lain di luar seniman yang ikut dalam pementasan di Pamekasan tersebut.

Sebab, menurutnya, masih banyak Negara yang memiliki seniman yang mampu memainkan kesenian tradisional Jawa seperti sejumlah seniman asal Malaysia dan Australia.

Sumber: Media Indonesia, Selasa 11 Agustus 2009

Oleh: Mohammad Ghazi

ghozi@mediaindonesia.com

Sabtu, Agustus 22, 2009

Mencari Nenek Moyang Wayang

Benarkah wayang berasal dari China? Pengajar Fakultas Ilmu Budaya UI yang menyusun buku Klempakan Cariyos Tionghwa Sik Jin Kwi Ceng See, Dwi Woro Retno Mastuti termenung sejenak ketika diajukan pertanyaan itu.

“Pertanyaan ini cukup mengganggu ketika saya mulai meneliti wayang potehi dan wayang kulit China-Jawa Yogyakarta,” katanya.

Perburuan atas sejarah dan perkembangan kedua jenis wayang tersebut membawanya ke klenteng di Semarang, Jatinegara, Sukabumi, Yogyakarta, Gudo (Jombang), kota kota di Eropa seperti Berlin dan Uberlingen di Jerman, serta Beijing dan Shanghai.

Dia mengaku walau sudah banyak kota dijelajahi, hingga kini pertanyaan tersebut masih belum terjawab secara meyakinkan. Beberapa ahli wayang menyatakan bahwa wayang golek merupakan perkembangan dari wayang potehi, sandiwara boneka China.

Menurut Dwi Woro, sebagian besar pencinta dan pemerhati wayang selalu menyebutkan India sebagai asalmuasal wayang purwa di Jawa. Kisahnya yang senantiasa menampilkan epos Mahabharata dan Ramayana memang sudah menjadi jaminan bahwa kisah tersebut dari tanah India. Namun bagaimana dengan pertunjukannya sendiri? Dari China atau India?

Wayang China

Masyarakat China sebenarnya mengenal pertunjukan wayang. Ada beberapa jenis wayang China yaitu wayang golek, kulit dan marionette. Wayang golek adalah boneka dengan kepala dan tubuh terbuat dari kayu dan dibalut pakaian yang berwarna warni. Wayang golek disebut boneka teater China. Jenis wayang ini ditemukan di Provinsi Hunan, Sichuan, Shanxi, Guangdong, dan Jiangsu.

Wayang kulit adalah boneka wayang yang diukir dari kulit kerbau berbentuk tokoh tokoh tertentu dan diberi warna warna. Istilah wayang kulit di Tiongkok dan di Jawa tidak ada perbedaan. Yang ditampilkan adalah baying baying yang terpantul dari sinar lampu yang menyorot menerangi boneka wayang yang memang diukir sedemikian rupa hingga hasilnya seperti yang kita saksikan sekarang.

Dalam film Three Kingdom (Perang Tiga Negara) yang dibintangi oleh Andy Lau, terdapat episode para prajurit yang menang dalam perang, menonton wayang kulit. Seperti kita ketahui, Perang Tiga Negara terjadi dalam kurun waktu 220 – 280 Masehi.

Wayang boneka kantong juga dikenal di Tiongkok. Boneka boneka yang digunakan dalam pertunjukan itu terbuat dari kain bekas (bu). Badan boneka tersebut menyerupai kantung (dai). Itulah sebabnya pertunjukan boneka itu dinamakan bu dai xi.

Di Jawa, istilah bu dai xi berubah menjadi potehi. Kata Potehi berasal dari kata poo berarti kain, tay (kantong), hie (wayang). Di Indonesia, pengaruh bahasa Hokkian cukup kuat melesap dalam bahasa setempat.

Secara lengkap istilah po te hi memiliki arti wayang kantong atau boneka kantong. Cara memainkannya adalah dengan memasukkan jari tangan ke dalam kantong kain dan menggerakkannya sesuai dengan jalannya cerita. Jumlah orang yang memainkan boneka ini ada dua orang, masing masing memegang dua boneka.

Sekilas dapat dikatakan bahwa seni pertunjukam wayang di Jawa berasal dari China. Namun, orang Nusantara (Jawa) saat itu tidak begitu saja mengadopsi bentuk pertunjukan tersebut seperti aslinya.

Secara fisik, budaya China memberi kontribusinya. Secara batiniah, masyarakat Nusantara memilih epos Mahabharata dan Ramayana untuk acuan ajaran moral. Demikianlah, negeri ini sejak zaman dulu sudah piawai mengolah berbagai bentuk budaya asing. Budaya baru ini kemudian memperkaya produk budaya setempat yang sudah lebih dulu ada.


Oleh: Herry Suhendra
Wartawan Bisnis Indonesia
Sumber: Bisnis Indonesia, Sabtu, 8 Agustus 2009


Sabtu, Juni 13, 2009

Membeber Keris Senjata Kultural

Wasiat Peradaban Jawa

Untuk mengungkap rahasia keris tidaklah gampang. Harus dicermati dari berbagai aspek seperti estetik,simbolikum etis,unsur logam,dan pamor. Tak ketinggalan nilai historis dan otoritas laduninya. Nah, bagaimana kejelasannya?
Pengecekan Sunan Kalijaga yang pertama dilakukan untuk mencari tahu apakah keris memenuhi standar normative ukuran bilah. Yakni rata rata panjang tangan orang saat memegang keris terhunus dalam posisi tempur, dari siku sampai pergelangan ( sekitar 24 cm) dan posisi telapak tangan menggenggam ( sekitar 10 cm ). Sehingga pada teknis terapan, ukuran minimal prasyarat rasa aman itu setidaknya difasilitasi panjang bilah sekitar 34 cm, masih dikuatkan cakepan ukiran keris.Sehingga, prinsip dasar panjang bilah keris normal untuk jenis jenis dhapur tertentu ( bukan keris corok ), sekitar 35-37 cm.
Nah, ini merupakan salah satu contoh dari langkah dalam mempertahankan control mutu, terhadap fungsi keris sebagai senjata beladiri yang kompleks. Dimaksudkan, keris piranti “menjaga kehormatan” pemilik :

a) Secara fisik dikaitkan tindak kekerasan termasuk amuk puputan;
b) Otoritas otoritas legal dan sosial hubungan hubungan kuasa dalam masyarakat;
c) Kapasitas kapasitas otoritatif keilmuan wilayah makrifat dan “komunitas halus.”

Karena itu, pada keris terkandung ukuran ukuran cultural, yang keberadaannya dianggap “wasiat peradaban”, yakni bentuk otentisitas karya dan keantikkan corak kriya purba yang mengandung aspek estetik dan simbolikum etis, hasil dari kemampuan dalam udawadana ( total keserasian pada tingkat garap ) dan guwaya keris ( impak garap dengan kekuatan magis ), sebagai bentuk budaya material. Dalam konteks ini, logam dan pamor dapat menyemburatkan aura semu tanda prabawaning keris, karena bersifat karikatif. Yang lebih substansial kaitan keris dengan ‘nilai historis’ dan ‘otoritas laduni’.

Ilmu dalam struktur laduniah lebih dipahami berdasar kelembutan dari hakikat manusia yang disebut jiwa. Di sini perasaan lebih utama dari akal, ibarat pandangan mata yang mampu melihat, tetapi rukyat perasaan ( rasa ) merupakan puncak dari penglihatan itu. Prosesnya melalui hati, yakni pengetahuan langsung dari ‘penyingkapan” ilmu Tuhan. Indikasinya kepahaman, “ibarat” tertangkap rasa dan dorongan konsepsi, ditemukan ketajaman hati dan kecerdasan rohaniah. Itu yang membangun potensi makrifat sebagai suatu logos: yang bentuk mantrayana berhubungan pengetahuan dan yang ontologism berhubungan eksistensi kosmis. Mobilitasnya dalam badan halus: otoritasnya melebur ke raga pemilik dan turunannya menyatu ke ( khadam ) bilah.

Interdependensinya membangun memori, nilai nilai dan kesadaran historis, dan keris menjadi piranti sekunder dalam memancarkan pengaruh yang bukan sekadar berkaitan nexus security external. Juga merujuk pelbagai dimensi lain, manakala dipicu makrifat tingkat “mempengaruhi-menguasai” yang menyeimbangkan taraf ilmu, power dan speed. Harmoni keris memancarkan getar dan aura, hal yang principal bagi representasi “pamor” sang pemilik. Inilah yang membentuk maqam keris sebagai pilar tradisi, dengan bobot citarasa dan eksistensi standar normatif.

Sebagai contoh,” Ki Agung Kacabenggala” (luk 5 dhapur singabarong, panjang 35,5 cm, kinatah tretes inten pamor ngulit semangka, tangguh Majapahit, khadam: Mustafa dan harimau; babaran Mpu Purwa, pemegang Sunan Lawu & Juru Mertani ). Secara spiritual, bilahnya memancarkan aura putih terang, diserahkan Sunan Lawu pada Juru Mertani untuk memusatkan perspektif perspektif kebangkitan Bumi Menthaok.
Otoritas laduniahnya analisis panujuman yang dikuasai Mustafa, menjangkau kemungkinan kemungkinan rasional dan teologis yang dapat terjadi ke depan. Ia dilengkapi ilmu lebursekethi, suatu tingkat pengetahuan, kemampuan, dan terapan ilmu yang mengandung daya mempengaruhi imajinasi dan pikiran manusia, diajarkan pada Ki Gedhe Karang Lo, seorang bangsawan Majapahit keturunan panembahan dari Jagaraga yang asal usulnya dari Sunan Ngampel. Ilmu lebursekethi dan pancaran otoritas “Ki Agung Kacabenggala,” menjadi piandel kebangkitan Mataram setelah berhasil menumpas pemberontakan Ki Ageng Pangandharan.


Penulis : Irul SB; Sumber: Posmo, Juni 2009

Jumat, Juni 05, 2009

WULANGREH

Buku anggitane ISKS PB IV ( 1788-1820, jumeneng nata ) iki tau dari pakem paugeraning urip tumrap wong Surakarta nalika jamane. Jenenge wis ngarani Wulangreh tegese bab wulang. Uga karan Brataputra ( laku utawa wulang tumrap para putra ). Buku iki awujud tembang. Tembang macapat lan tembang tengahan. Tembange warna warna pepak.
Ing kene mung dakcuplikake kang sinawung ing tembang Kinanthi bae. Ana kang uniran mangkene:

1. Padha gulangen ing kalbu,
Ing sasmita amrih lantip,
Aja pijer mangan nendra,
Kaprawiran denkaesthi,
Pesunen sariranira,
Sudanen dhahar lang guling.

Tembang kuwi mengku karep: Padha kulinakna atimu supaya pinter nampa sasmita ( tandha,wahyu). Aja mung mangan turu bae. Ngudio budi luhur. Kunakna awakmu, ngurangi mangan lan turu.

2. Dadia lakunireku,
Cegah dhahar lawan guling,
lan aja asuka suka,
anganggoa sawatawis,
ala watake wong suka,
nyuda prayitnaning batin.

Dadia prihatinmu, ngurangi mangan lan turu. Lan aja mung seneng seneng bae. Nanging nganggoa sawatara ( aja banget banget ). Watake wong seneng seneng kuwi ora becik, yakuwi ngurangi pangati ati ( marakake sembrana ).

3. Yen wis tinitah wong agung,
Aja sira nggunggung dhiri,
aja leket lan wong ala,
kang ala lakunireki,
nora wurung ngajak ajak,
satemah anenulari.

Yen wis dadi wong gedhe, aja banjur gumedhe. Aja cedhak wong ala tumindake. Ora wurung ngajak ala lan wekasane nulari ala.

4. Nadyan asor wijilipun,
Yen kalakune becik,
Utawa sugih carita,
Carita kang dadi misil,
Itu pantes raketana,
Darapon mundhak kang budi.

Sanadyan turune wong cilik, yen kalakune becik, utawa sing critane migunani, kuwi pantes kokcedhaki; supaya budimu tambah becik.

5. Panggawe becik puniku,
gampang yen wis denlakoni,
angel yen during kalakyan,
aras arisen nglakoni,
tur ikut denlakonana,
mumpangati badaneki.

Panggawe becik kuwi gampang yen wis dilakoni. Pancen angel yen during ditindakake. Arep nindakake aras arisen, wegah. Dene yen dilakoni, nyatane migunani kanggo awake dhewe.


Katrangan :
a. sinawung = dibopong,kaiket,digawa
b. gulangen = kulinakna,udinen
c. sasmita = tandha peparinge Allah
d. nendra = guling,turu
e. pesunen = udinen,kulinakna
f. lakunireku = laku + nira + iku = lakumu kuwi
g. prayitna = ngati ati, waspada
h. wijil = wetu,lair,turun
i. misil = asil,kasil,guna
j. darapon = supaya
k. kalakyan = ( basa pacakan ) basane lumrah kalakon utama klakon, dilakoni
l. mumpangati = migunani


Disadur dari tulisan : R.Sudi Yatmana

KGPAA MANGKUNEGARA IV

WEDHATAMA

Buku Wedhatama kuwi wujude tembang. Tembange manekawarna. Ana tembange Pangkur mangkene:

1. Mangkono ngelmu kang nyata, sanyatane mung weh reseping ati, bungah ingaranan cubluk, sukeng tyas yen denina, nora kaya Si Punggung anggung gumunggung, ugungan sadina dina, aja mangkono wong urip.
Tegese, ngelmu kang sajati kuwi mung menehi seneng ing ati. Diarani bodho ya bungah. Yen dienyek ya malah seneng. Ora kaya Si Bodho tansah umuk. Sadina dinane aleman bae. Wong urip aja mangkono kuwi.

Saiki tembang Sinom:

2. Bonggan kang tan merlokena, mungguh ugering ngaurip, uripe lan triprakara, wirya arta tri winasis, kalamun kongsi sepi, saka wilangan tetelu, telas tilasing janma, aji godhong jati aking, temah papa pepariman ngulandara.
Salahe dhewe yen wong ora mrelokake pathoking wong urip. Urip nganggo telung bab: watak becik, kasugihan, lan kapinteran. Yen telu telune kuwi ora duwe, entek entekaning wong. Karo godhong jati garing bae isih aji godhong jati garing kuwi. Wusana uripe sangsara, ngemis ngemis, dadi glandangan.

Ganti saiki Pocung:

3. Ngelmu iku kalakone kanthi laku, lekase lawan kas, tegese kas nyantosani, setya budya pangekese dur angkara.
Ngelmu kuwi bisane klakon kudu dilakoni nganggo prihatin. Diwiwiti kanthi kas, yakuwi nganggo bebuden kang teguh lan setya ngasorake watak kang ala.

Ngisor iki tembunge Gambuh:

4. Wong seger badanipun, otot daging kulit balung sungsum, tumrah ing rah memarah antenging ati, antenging ati nenungku, angruwat ruweding batos.
Wong sing waras awake: otot;daging;kulit;balung;sungsum;nganti tekan getige uga waras. Waras mangkono kuwi gawe antenging ati. Antenging ati bisa semedi, kanggo dhasar ngilangi ruweding batin.

Kang nganggo tembang Kinanthi, iki tuladane:

5. Mangka kanthining tumuwuh, salami mung awas eling, eling lukitaning alam, dadi wiryaning dumadi, supadi nir ing sangsaya, yeku pangreksaning urip.
Srana kanggo salawase wong urip yakuwi: awas lane ling. Eling marang kaanan gegambaring alam. Yen bisa mangkono uripe bisa becik, ora bakal sangsara, amarga bisa njaga uripe.


Katrangan:
a. Wedhatama = piwulang becik;
b. cublik = bodho,punggung,pinging,dama,mudha;
c. anggung = tansah,sanityasa,manggung;
d. bonggan = salahe dhewe;
e. aking = garing;
f. pepariman = pepriman,ngemis;
g. dur = ala;
h. tumrah = tumerah,tumurun,tekan,lingga trah+seselan um;
i. nenungku = semedi,memuji,ndhasari;
j. angruwat = angilangi,amberat;
k. tumuwuh = dumadi,urip;
l. lukita = lagu,tulisan,gambar;
m. supadi = supados,supaya.



Disadur dari tulisan : R.Sudi Yatmana








Minggu, April 12, 2009

Keris Kamardikan


Keris Kamardikan adalah istilah. Kamardikan berasal dari kata Mahardika yang artinya merdeka. Jika keris umumnya selalu lekat dengan atribut jaman pembuatan yang sering disebut tangguh, dan terkait pula dengan gaya keris yang memiliki kekhasannya dari setiap kerajaan. Keris Kamardikan memiliki dua makna, pertama, yaitu adalah keris keris yang dibuat pada jaman setelah Indonesia merdeka, dimana kerajaan kerajaan menyatu dalam Republik. Makna yang kedua adalah kemerdekaan pada keris keris yang diciptakan berdasarkan konsep konsep baru yang bebas.


Keris Kamardikan mengalami pergeseran budaya keris yang tidak di bawah suatu hegemoni, bukan atas permintaan raja namun keris yang dapat mengaktualisasikan diri di tengah globalisasi yang menantang kreatifitas para seniman. Kreatifitas perlu kebebasan, kreatifitas meliputi kontemplasi yang ditorehkan dalam proses cipta keris, dan perlakuannya sebagai media ekspresi.


Ada dua (2) kategori pada hasil karya seniman keris (sekarang banyak designer keris) yaitu karya keris konvensional dalam kemahiran menduplikat keris keris tua jaman per jaman, disebut “mutrani”. Contohnya, membuat keris bergaya tangguh jaman Majapahit dengan meniru bentuk keris yang diperkirakan dibuat pada jaman Majapahit merunut cirri cirinya. Membuat keris tangguh PB yaitu meniru keris berciri cirri buatan Paku Buwana. Kategori yang kedua adalah karya kontemporer, adalah karya seniman keris yang memberi manfaat sebagai media ekspresi, tuangan estetika, semiotika momentum, pengutaraan kritik social, pesan kemanusiaan, pengharapan terhadap kekuatannya, serta metafora dan lain lainnya.


Keris dalam konstelasi budaya mengandung nilai nilai khusus yang meyebabkan dirinya tetap “eksis” hingga kini. Nilai nilai itu sekarang mulai diperkenalkan dengan sebutan “intangible” atau nilai non benda keris.
Pemaknaan nilai non bendawi keris memiliki pemahaman yang beragam walaupun sebenarnya masih dalam satu kerangka.


Non bendawi keris sering merupakan anggapan tentang adanya sesuatu yang ada di balik keris, seperti kekuatan tuah, kisah kesaktian si empu dan semacamnya. Peristiwa atau kejadian yang terkait dengan keris menjadi anggapan umum dalam masyarakat, dimana kisah kisah itu akhirnya menjadi idiom idiom, seperti keris yang glodakan, keris yang menjadikan pemiliknya naik pangkat, kaya raya, keris yang menyebabkan sakit, keris yang bias terbang pergi pulang mencabut nyawa musuhnya (kisah Hang Tuah) berkaitan dengan kepercayaan kepercayaan yang ada hingga kini.


Ir.Haryono Haryoguritno, seorang sesepuh dan penulis keris Jawa, merekomendasikan secara sistematik, bahwa “non bendawi “ keris adalah keterkaitannya pada aspek aspek yang melingkupi keris. Aspek aspek itu antara lain adalah aspek mistik, aspek sejarah, aspek tradisi, aspek fungsi social, aspek teknik dan aspek seni.


Non bendawi keris pada penciptaan keris Kamardikan, tidak lepas dari penggarapan aspek aspek yang telah disebutkan itu. Saat ini pilihan penajaman pada aspek teknik dan aspek seni paling menonjol. Namun karena keris tidak lepas dari simbol simbol yang menyatu dengan naluri manusia yang berkepercayaan pada Tuhannya, tentu sah sah saja jika proses penciptaan keris Kamrdikan mulai melibatkan ritual ritual.


Proses cipta keris Kamardikan seperti Djeno Harumbrojo (alm) yang tradisional, sekarang mulai diikuti para seniman keris di Solo dan beberapa tempat. Upacara upacara tradisi berkaitan dengan keris seperti upacara Kirab Pusaka 1 Suro, Sidikara Pusaka di Surakarta Hadiningrat, Tumpak landep/ Pasopati di Bali, jamas pusaka di Sumedang semakin mendapat perhatian dan semarak. Aspek ini adalah salah satu nilai penting bagi keris.


Sekarang, konsep konsep ritual tradisional maupun modern pun mulai dijelajahi para seniman keris. Tujuannya adalah satu, menyempurnakan karya manusia untuk dapat memberikan kebaikan kebaikan kepada manusia lain, tentunya melalui proses berke-Tuhanannya.


Dengan demikian, kita tidak perlu ragu untuk mengapresiasi keris Kamardikan. Itulah kemajuan positif keris Kamardikan. Salam budaya!


Disadur dari tulisan KRT.Toni Junus Kartiko Adinagoro

Kamis, April 02, 2009

Kumpulan Cerita Menarik

Ternyata... Hidup Ini Sederhana...

Ada seseorang saat melamar kerja, memungut sampah kertas di lantai ke dalam tong sampah,
dan hal itu terlihat oleh peng-interview, dan dia mendapatkan pekerjaan tersebut.
Ternyata untuk memperoleh penghargaan sangat mudah,
cukup memelihara kebiasaan yang baik .

---- 000 -----

Ada seorang anak menjadi murid di toko sepeda.
Suatu saat ada seseorang yang mengantarkan sepeda rusak untuk diperbaiki di toko tsb.
Selain memperbaiki sepeda tsb, si anak ini juga membersihkan sepeda hingga bersih mengkilap.
Murid-murid lain menertawakan perbuatannya.
Keesokan hari setelah sang empunya sepeda mengambil sepedanya,
si adik kecil ditarik/diambil kerja di tempatnya.
Ternyata untuk menjadi orang yang berhasil sangat mudah,
cukup punya inisiatif sedikit saja.

---- 000 -----

Seorang anak berkata kepada ibunya: "Ibu hari ini sangat cantik."
Ibu menjawab: "Mengapa?"
Anak menjawab: "Karena hari ini ibu sama sekali tidak marah-marah. "
Ternyata untuk memiliki kecantikan sangatlah mudah,
hanya perlu tidak marah-marah .

---- 000 -----

Seorang petani menyuruh anaknya setiap hari bekerja giat di sawah.
Temannya berkata: "Tidak perlu menyuruh anakmu bekerja keras, Tanamanmu tetap akan tumbuh dengan subur."
Petani menjawab: "Aku bukan sedang memupuk tanamanku, tapi aku sedang membina anakku."
Ternyata membina seorang anak sangat mudah,
cukup membiarkan dia rajin bekerja .

---- 000 -----

Seorang pelatih bola berkata kepada muridnya:
"Jika sebuah bola jatuh ke dalam rerumputan, bagaimana cara mencarinya?"
Ada yang menjawab: "Cari mulai dari bagian tengah."
Ada pula yang menjawab: "Cari di rerumputan yang cekung ke dalam."
Dan ada yang menjawab: "Cari di rumput yang paling tinggi."
Pelatih memberikan jawaban yang paling tepat:
"Setapak demi setapak cari dari ujung rumput sebelah sini hingga ke rumput sebelah sana ."
*Ternyata jalan menuju keberhasilan sangat gampang,
cukup melakukan segala sesuatunya setahap demi setahap secara berurutan,
jangan meloncat-loncat.

---- 000 -----

Katak yang tinggal di sawah berkata kepada katak yang tinggal di pinggir jalan:
"Tempatmu terlalu berbahaya, tinggallah denganku."
Katak di pinggir jalan menjawab: "Aku sudah terbiasa, malas untuk pindah."
Beberapa hari kemudian katak "sawah" menjenguk katak "pinggir jalan"
dan menemukan bahwa si katak sudah mati dilindas mobil yang lewat.
Ternyata sangat mudah menggenggam nasib kita sendiri,
cukup hindari kemalasan saja.

---- 000 -----

Ada segerombolan orang yang berjalan di padang pasir,
semua berjalan dengan berat, sangat menderita,
hanya satu orang yang berjalan dengan gembira.
Ada yang bertanya: "Mengapa engkau begitu santai?"
Dia menjawab sambil tertawa: "Karena barang bawaan saya sedikit."
Ternyata sangat mudah untuk memperoleh kegembiraan,
cukup tidak serakah dan memiliki secukupnya saja.


* You are what you think about. Beware of your mind.

Minggu, Maret 15, 2009

Sasangka Jati

Aja sira age-age nandangi pakaryan gede,utawa ngarep-arep tekane pakaryan gede,amarga pakaryan gede iku arang tekane,kang kerep sira sandung iku pakaryan kang cilik-cilik.Sira aja ngremehake marang pakaryan kang cilik-cilik iku,sabab yen sira durung kulina nandangi pakaryan kang gampang,kapriye anggonira bakal nandangi pakaryan kang angel.Mulane samubarang kang tinemu ing tanganira,lakonana kalawan temen-temen ing ati suci,atasna awit Karsaning Gusti,amarga ora ana pakaryan ing donya iki kang ora atas Karsaning Pangeran,nadyan kang katone remeh pisan.


(Jangan engkau menginginkan segera melaksanakan pekerjaan besar,atau mengharapkan datangnya pekerjaan besar,karena pekerjaan besar jarang datang.Yang sering engkau jumpai adalah pekerjaan kecil-kecil tersebut,karena jika engkau belum biasa dengan pekerjaan yang mudah,bagaimana engkau akan mampu melaksanakan pekerjaan yang sulit.Oleh karena itu,segala yang engkau temui di tanganmu,laksanakan dengan sungguh-sungguh dalam hati yang suci,atas namakan Karsa Tuhan,karena tidak ada pekerjaan di dunia ini yang tidak karena Karsa Tuhan,meski yang kelihatan remeh sekalipun ) .

Senin, Maret 09, 2009

Sebuah Laporan Tentang Pulau Jawa

Kondisi Geografis Pulau Jawa
Bangsa yang dikenal penduduk Eropa dengan nama Jawa atau Jawa Besar, atau biasa disebut oleh penduduknya dengan nama Tana ( Tanah ) Jawa, atau Nusa (pulau) Jawa, adalah bagian terbesar dari apa yang disebut para ahli geografi sebagai Kepulauan Sunda. Pulau ini sering dianggap sebagai salah satu dari Kepulauan Malaya, yang membentuk gugusan Kepulauan Oriental, dan kemudian dikatakan sebagai Kepulauan Asiatik. Terbentang ke arah timur laut dan sedikit ke arah selatan, sejauh 105 derajat 11' sampai 114 derajat 33' Lintang Timur dari Greenwich, dan terletak antara 5 derajat 52' sampai 8 derajat 46' Lintang Selatan. Di daerah selatan dan barat berbatasan dengan Samudera Hindia; arah timur laut dibatasi Selat Sunda yang memisahkannya dengan Sumatera dengan jarak dari ujung hanya 14 mil; dan di arah tenggara dibatasi Selat Bali selebar 2 mil, yang memisahkan dengan Pulau Bali. Pulau pulau ini dan yang lainnya membenatang ke arah timur laut, yang membentuk Jawa berupa ceruk lembut dengan luas lebih dari 2000 mil, dan diteruskan dengan Acheen ke Pegu di sisi lain, dan dari Timor ke Papua (New Guinea) di sisi lain; daerah ini terletak di barat dan selatan, sama dengan Banka, Biliton, pulau pulau besar Celebes dan Borneo. Sedangkan Molucas (Maluku) terletak di utara, sebagai pemisah antara Laut Jawa dan Kepulauan Malaya. Dari semenanjung paling timur India, Jawa terletak sejauh 420 mil, dari Borneo sejauh 168 mil, dan dari New Holland sejauh 600 mil.
Apa yang menyebabkan pulau ini diberi nama Jawa tidak diketahui dengan pasti. Ada satu cerita yang beredar tentang para pendatang pertama dari India, yang menemukan biji bijian baru yang diberi nama jawawut, yang telah dikenal oleh penduduk pada awal periode itu. Nama lain dari pulau ini sebelumnya adalah Nusa Hara-hara, atau Nusa Kendang, yang berarti pulau yang masih liar atau yang bertepian perbukitan.
Sumber : The History of Java; Thomas Stamford Raffles

Jumat, Februari 20, 2009