Keris Kamardikan adalah istilah. Kamardikan berasal dari kata Mahardika yang artinya merdeka. Jika keris umumnya selalu lekat dengan atribut jaman pembuatan yang sering disebut tangguh, dan terkait pula dengan gaya keris yang memiliki kekhasannya dari setiap kerajaan. Keris Kamardikan memiliki dua makna, pertama, yaitu adalah keris keris yang dibuat pada jaman setelah Indonesia merdeka, dimana kerajaan kerajaan menyatu dalam Republik. Makna yang kedua adalah kemerdekaan pada keris keris yang diciptakan berdasarkan konsep konsep baru yang bebas.
Keris Kamardikan mengalami pergeseran budaya keris yang tidak di bawah suatu hegemoni, bukan atas permintaan raja namun keris yang dapat mengaktualisasikan diri di tengah globalisasi yang menantang kreatifitas para seniman. Kreatifitas perlu kebebasan, kreatifitas meliputi kontemplasi yang ditorehkan dalam proses cipta keris, dan perlakuannya sebagai media ekspresi.
Ada dua (2) kategori pada hasil karya seniman keris (sekarang banyak designer keris) yaitu karya keris konvensional dalam kemahiran menduplikat keris keris tua jaman per jaman, disebut “mutrani”. Contohnya, membuat keris bergaya tangguh jaman Majapahit dengan meniru bentuk keris yang diperkirakan dibuat pada jaman Majapahit merunut cirri cirinya. Membuat keris tangguh PB yaitu meniru keris berciri cirri buatan Paku Buwana. Kategori yang kedua adalah karya kontemporer, adalah karya seniman keris yang memberi manfaat sebagai media ekspresi, tuangan estetika, semiotika momentum, pengutaraan kritik social, pesan kemanusiaan, pengharapan terhadap kekuatannya, serta metafora dan lain lainnya.
Keris dalam konstelasi budaya mengandung nilai nilai khusus yang meyebabkan dirinya tetap “eksis” hingga kini. Nilai nilai itu sekarang mulai diperkenalkan dengan sebutan “intangible” atau nilai non benda keris.
Pemaknaan nilai non bendawi keris memiliki pemahaman yang beragam walaupun sebenarnya masih dalam satu kerangka.
Non bendawi keris sering merupakan anggapan tentang adanya sesuatu yang ada di balik keris, seperti kekuatan tuah, kisah kesaktian si empu dan semacamnya. Peristiwa atau kejadian yang terkait dengan keris menjadi anggapan umum dalam masyarakat, dimana kisah kisah itu akhirnya menjadi idiom idiom, seperti keris yang glodakan, keris yang menjadikan pemiliknya naik pangkat, kaya raya, keris yang menyebabkan sakit, keris yang bias terbang pergi pulang mencabut nyawa musuhnya (kisah Hang Tuah) berkaitan dengan kepercayaan kepercayaan yang ada hingga kini.
Ir.Haryono Haryoguritno, seorang sesepuh dan penulis keris Jawa, merekomendasikan secara sistematik, bahwa “non bendawi “ keris adalah keterkaitannya pada aspek aspek yang melingkupi keris. Aspek aspek itu antara lain adalah aspek mistik, aspek sejarah, aspek tradisi, aspek fungsi social, aspek teknik dan aspek seni.
Non bendawi keris pada penciptaan keris Kamardikan, tidak lepas dari penggarapan aspek aspek yang telah disebutkan itu. Saat ini pilihan penajaman pada aspek teknik dan aspek seni paling menonjol. Namun karena keris tidak lepas dari simbol simbol yang menyatu dengan naluri manusia yang berkepercayaan pada Tuhannya, tentu sah sah saja jika proses penciptaan keris Kamrdikan mulai melibatkan ritual ritual.
Proses cipta keris Kamardikan seperti Djeno Harumbrojo (alm) yang tradisional, sekarang mulai diikuti para seniman keris di Solo dan beberapa tempat. Upacara upacara tradisi berkaitan dengan keris seperti upacara Kirab Pusaka 1 Suro, Sidikara Pusaka di Surakarta Hadiningrat, Tumpak landep/ Pasopati di Bali, jamas pusaka di Sumedang semakin mendapat perhatian dan semarak. Aspek ini adalah salah satu nilai penting bagi keris.
Sekarang, konsep konsep ritual tradisional maupun modern pun mulai dijelajahi para seniman keris. Tujuannya adalah satu, menyempurnakan karya manusia untuk dapat memberikan kebaikan kebaikan kepada manusia lain, tentunya melalui proses berke-Tuhanannya.
Dengan demikian, kita tidak perlu ragu untuk mengapresiasi keris Kamardikan. Itulah kemajuan positif keris Kamardikan. Salam budaya!
Disadur dari tulisan KRT.Toni Junus Kartiko Adinagoro