Wasiat Peradaban Jawa
Untuk mengungkap rahasia keris tidaklah gampang. Harus dicermati dari berbagai aspek seperti estetik,simbolikum etis,unsur logam,dan pamor. Tak ketinggalan nilai historis dan otoritas laduninya. Nah, bagaimana kejelasannya?
Pengecekan Sunan Kalijaga yang pertama dilakukan untuk mencari tahu apakah keris memenuhi standar normative ukuran bilah. Yakni rata rata panjang tangan orang saat memegang keris terhunus dalam posisi tempur, dari siku sampai pergelangan ( sekitar 24 cm) dan posisi telapak tangan menggenggam ( sekitar 10 cm ). Sehingga pada teknis terapan, ukuran minimal prasyarat rasa aman itu setidaknya difasilitasi panjang bilah sekitar 34 cm, masih dikuatkan cakepan ukiran keris.Sehingga, prinsip dasar panjang bilah keris normal untuk jenis jenis dhapur tertentu ( bukan keris corok ), sekitar 35-37 cm.
Nah, ini merupakan salah satu contoh dari langkah dalam mempertahankan control mutu, terhadap fungsi keris sebagai senjata beladiri yang kompleks. Dimaksudkan, keris piranti “menjaga kehormatan” pemilik :
a) Secara fisik dikaitkan tindak kekerasan termasuk amuk puputan;
b) Otoritas otoritas legal dan sosial hubungan hubungan kuasa dalam masyarakat;
c) Kapasitas kapasitas otoritatif keilmuan wilayah makrifat dan “komunitas halus.”
Karena itu, pada keris terkandung ukuran ukuran cultural, yang keberadaannya dianggap “wasiat peradaban”, yakni bentuk otentisitas karya dan keantikkan corak kriya purba yang mengandung aspek estetik dan simbolikum etis, hasil dari kemampuan dalam udawadana ( total keserasian pada tingkat garap ) dan guwaya keris ( impak garap dengan kekuatan magis ), sebagai bentuk budaya material. Dalam konteks ini, logam dan pamor dapat menyemburatkan aura semu tanda prabawaning keris, karena bersifat karikatif. Yang lebih substansial kaitan keris dengan ‘nilai historis’ dan ‘otoritas laduni’.
Ilmu dalam struktur laduniah lebih dipahami berdasar kelembutan dari hakikat manusia yang disebut jiwa. Di sini perasaan lebih utama dari akal, ibarat pandangan mata yang mampu melihat, tetapi rukyat perasaan ( rasa ) merupakan puncak dari penglihatan itu. Prosesnya melalui hati, yakni pengetahuan langsung dari ‘penyingkapan” ilmu Tuhan. Indikasinya kepahaman, “ibarat” tertangkap rasa dan dorongan konsepsi, ditemukan ketajaman hati dan kecerdasan rohaniah. Itu yang membangun potensi makrifat sebagai suatu logos: yang bentuk mantrayana berhubungan pengetahuan dan yang ontologism berhubungan eksistensi kosmis. Mobilitasnya dalam badan halus: otoritasnya melebur ke raga pemilik dan turunannya menyatu ke ( khadam ) bilah.
Interdependensinya membangun memori, nilai nilai dan kesadaran historis, dan keris menjadi piranti sekunder dalam memancarkan pengaruh yang bukan sekadar berkaitan nexus security external. Juga merujuk pelbagai dimensi lain, manakala dipicu makrifat tingkat “mempengaruhi-menguasai” yang menyeimbangkan taraf ilmu, power dan speed. Harmoni keris memancarkan getar dan aura, hal yang principal bagi representasi “pamor” sang pemilik. Inilah yang membentuk maqam keris sebagai pilar tradisi, dengan bobot citarasa dan eksistensi standar normatif.
Sebagai contoh,” Ki Agung Kacabenggala” (luk 5 dhapur singabarong, panjang 35,5 cm, kinatah tretes inten pamor ngulit semangka, tangguh Majapahit, khadam: Mustafa dan harimau; babaran Mpu Purwa, pemegang Sunan Lawu & Juru Mertani ). Secara spiritual, bilahnya memancarkan aura putih terang, diserahkan Sunan Lawu pada Juru Mertani untuk memusatkan perspektif perspektif kebangkitan Bumi Menthaok.
Otoritas laduniahnya analisis panujuman yang dikuasai Mustafa, menjangkau kemungkinan kemungkinan rasional dan teologis yang dapat terjadi ke depan. Ia dilengkapi ilmu lebursekethi, suatu tingkat pengetahuan, kemampuan, dan terapan ilmu yang mengandung daya mempengaruhi imajinasi dan pikiran manusia, diajarkan pada Ki Gedhe Karang Lo, seorang bangsawan Majapahit keturunan panembahan dari Jagaraga yang asal usulnya dari Sunan Ngampel. Ilmu lebursekethi dan pancaran otoritas “Ki Agung Kacabenggala,” menjadi piandel kebangkitan Mataram setelah berhasil menumpas pemberontakan Ki Ageng Pangandharan.
Penulis : Irul SB; Sumber: Posmo, Juni 2009
Terjemah Lyric : Tommorow-Europe
-
Will you be there beside me Akankah kau disana, disisiku If the world falls
apart Jika semua dunia hancur berkeping-keping And will all of out…
The post ...
3 tahun yang lalu