Nguri uri budaya Jawa kang adiluhung

Aja sira age-age nandangi pakaryan gede,utawa ngarep-arep tekane pakaryan gede,amarga pakaryan gede iku arang tekane,kang kerep sira sandung iku pakaryan kang cilik-cilik.Sira aja ngremehake marang pakaryan kang cilik-cilik iku,sabab yen sira durung kulina nandangi pakaryan kang gampang,kapriye anggonira bakal nandangi pakaryan kang angel.Mulane samubarang kang tinemu ing tanganira,lakonana kalawan temen-temen ing ati suci,atasna awit Karsaning Gusti,amarga ora ana pakaryan ing donya iki kang ora atas Karsaning Pangeran,nadyan kang katone remeh pisan.

Jumat, Oktober 23, 2009

Pentas Wayang Sepuluh Negara


Kendati susah menggalang penggemar di dalam negeri, pentas wayang masih menggairahkan buat seniman lintas Negara.

Bunyi gamelan mengalun syahdu. Mengiringi bait bait tembang yang disuarakan pesinden dan menandakan mulainya pementasan wayang semalam suntuk di Wihara Avalokitesvara, Desa Polagan, Kecamatan Galis, Pamekasan, Jawa Timur, akhir pekan lalu.

Ada tiga kelompok yang memainkan gending dalam pergelaran tersebut. Yakni Kelompok nayaga (penabuh gamelan),pesinden (pelantun tembang),dan wiraswara (backing vocal).

Mulai dari tembang pembuka dalam lakon wayang, biasa disebut tetalu, hingga gending penutup pergelaran, semua dimainkan dengan dengan indah. Meski pentas menyita waktu cukup lama. Dan,sekilas tidak ada yang istimewa sebab gamelan yang ditabuh maupun tembang tembang yang dilantunkan sama seperti sajian dalam setiap pementasan wayang.

Yang istimewa dari acara yang digelar dalam rangka perayaan Kwam Im Po Sat Mencapai Kemulyaan (Jhen Tao) itu justru karena pemainnya tidak hanya berasal dari Indonesia.

Warna kulit dan wajah mereka menunjukkan bahwa seniman yang bergabung dalam pergelaran itu berasal dari belahan dunia.

Memang, pergelaran wayang kali ini melibatkan seniman asal 10 negara, antara lain Jepang, Belanda, Argentina, Skotlandia, Hongaria, Inggris, Nigeria, China, Slovakia, dan Indonesia.

Adalah Agness Saphoro, seniman asal Hongaria yang duduk di jejeran pesinden. Sementara itu, pada barisan wiraswara terdapat Ibrahim dari Nigeria. Adapun dalangnya, Ki Dalang Tee Bun Liong Sabdotejo, adalah warga keturunan China yang kini tinggal di Surabaya.

Perlibatan seniman 10 negara yang melatarbelakangi pentas wayang dengan tajuk Sri Makutharama itu dicatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai pergelaran wayang terunik.

Rekor itu merupakan rekor pertama, karena sebelumnya belum ada yang menggelar kegiatan serupa.

Ketua Panti Budaya Vihara Avalokitesvara, Kosala Mahinda, mengatakan pergelaran yang melibatkan seniman dari sejumlah negara itu selain bertujuan untuk pelestarian kesenian wayang juga untuk mempererat hubungan antar seniman.

Sejumlah negara memang memiliki kepedulian tertentu terhadap kesenian nasional, termasuk di dalamnya wayang.

“Kami juga berencana membentuk wadah bagi seniman tersebut supaya bisa melaksanakan kegiatan secara bergiliran di negara masing masing untuk lebih memperkenalkan kesenian gamelan dan wayang di dunia internasional,” kata Kosala.

Gagasan itu, kata dia, semata untuk lebih memperkenalkan kesenian tradisional yang dimiliki kebudayaan Jawa sudah hamper punah karena minimya penggemar.

Dalang asing

Ki Dalang Tee Bun Liong Sabdotejo mengaku bangga bisa tampil bersama para seniman mancanegara tersebut. Menurutnya, meski bukan seniman lokal, pementasan itu berlangsung sempurna layaknya tampil bersama seniman asli Jawa.

“Kemampuan mereka untuk menampilkan karakter sebagai pelaku seni tradisional Jawa patut diacungi jempol. Para pesinden, nayaga dan wirasawara benar benar mampu menjadi bagian dari kesenian Jawa,” katanya.

Betapa tidak, pesinden yang bukan berasal dari Jawa ini mampu menampilkan gaya pesinden Jawa dengan suaranya yang khas. Begitu pula dengan para nayaga, yang mampu memainkan musik gamelan dengan sempurna.

Ia mengaku, sebelum pementasan itu digelar, semua seniman telah melakukan latihan panjang. Latihan itu digelar di beberapa tempat, salah satunya di Panti Budaya,Pamekasan.

“Latihan itu semata untuk penyelarasan saja. Dan dari latihan itu kami bisa tahu, bahwa para seniman itu mampu pentas bersama kami tidak hanya dalam lakon Sri Makutharama, tapi juga dalam lakon yang lain.”

Saat ini sedang dijajaki kemungkinan untuk melakukan pementasan wayang yang melibatkan seniman dari negara lain di luar seniman yang ikut dalam pementasan di Pamekasan tersebut.

Sebab, menurutnya, masih banyak Negara yang memiliki seniman yang mampu memainkan kesenian tradisional Jawa seperti sejumlah seniman asal Malaysia dan Australia.

Sumber: Media Indonesia, Selasa 11 Agustus 2009

Oleh: Mohammad Ghazi

ghozi@mediaindonesia.com