Nguri uri budaya Jawa kang adiluhung

Aja sira age-age nandangi pakaryan gede,utawa ngarep-arep tekane pakaryan gede,amarga pakaryan gede iku arang tekane,kang kerep sira sandung iku pakaryan kang cilik-cilik.Sira aja ngremehake marang pakaryan kang cilik-cilik iku,sabab yen sira durung kulina nandangi pakaryan kang gampang,kapriye anggonira bakal nandangi pakaryan kang angel.Mulane samubarang kang tinemu ing tanganira,lakonana kalawan temen-temen ing ati suci,atasna awit Karsaning Gusti,amarga ora ana pakaryan ing donya iki kang ora atas Karsaning Pangeran,nadyan kang katone remeh pisan.

Minggu, Juli 25, 2010

Doa Rumeksa Ing Wengi

Maraknya dunia pengobatan alternatif sekarang ini sudah tak terbendung lagi.Banyak orang berbondong bondong mencari pengobatan baik untuk penyembuhan sakit fisik maupun sakit mental atau sakit rohani. Dunia medis ternyata belum bisa mengimbangi kebutuhan masyarakat luas akan penyembuhan semua penyakit.
Kalau sudah demikian, apa yang harus kita lakukan?
Mengapa kita tidak melakukan pencegahan?Ya,pencegahan terhadap penyakit yang sewaktu waktu menyerang diri kita.

Ada metode penyembuhan yang cukup ampuh yaitu dengan doa. Doa ini diajarkan oleh Sunan Kalijaga. Bagi Anda yang tertarik untuk mengamalkan doa ini silakan mencobanya. Manusia punya keinginan tetapi Tuhan lah yang menentukan. Moga moga doa ini benar benar bermanfaat bagi yang benar benar ingin mengamalkannya. Doa ini disebut “ Doa Rumekso Ing Wengi”. Doa ini hanya diamalkan pada sore atau malam hari. Dengan kehendak Allah SWT, doa ini bisa mencegah godaan Iblis atau makhluk gaib atau penyakit yang akan menyerang kita. Anda tertarik? Berikut doa hasil karya Sunan Kalijaga.

Doa Rumeksa Ing Wengi
( Pengamalan : Didahului dengan Puasa Mutih )
( di do’a kan setiap sore dan malam )



Ana kidung rumeksa ing wengi
Teguh hayu luputa ing lara
Luputa bilahi kabeh
Jim setan datan purun

Paneluhan tan ana wani
Miwah panggawe ala
Gunaning wong luput
Geni atemahan tirta
Maling adoh tan ana ngarah ing mami
Guna duduk pan sirna

Sakehing lara pan samya bali
Sakeh ngama pan sami miruda
Welas asih pandulune
Sakehing braja luput
Kadi kapuk tibaning wesi
Sakehing wisa tawa
Sato galak tutut
Kayu aeng lemah sangar
Songing landhak guwaning
Wong lemah miring
Myang pakiponing merak

Pagupakaning warak sakalir
Nadyan arca myang segara asat
Temahan rahayu kabeh
Apan sarira ayu
Ingideran kang widadari
Rineksa malaekat
Lan sagung pra rasul
Pinayungan ing Hyang Suksma
Ati Adam utekku baginda Esis
Pangucapku ya Musa

Napasku nabi Ngisa linuwih
Nabi Yakup pamiyarsaningwang
Dawud suwaraku mangke
Nabi Brahim nyawaku
Nabi Yusup rupeng wang
Edris ing rambutku
Bagindha Ngali kuliting wang
Abubakar getih daging Ngumar singgih
Balung bagindha Ngusman

Sungsumingsun Patimah linuwih
Siti Aminah bayuning angga
Ayup ing ususku mangke
Nabi Nuh ing jejantung
Nabi Yunus ing otot mami
Netraku ya Muhamad
Pamuluku Rasul
Pinayungan Adam Kawa
Sampun pepak sakathake para nabi
Dadya sarira tunggal.



Sumber: Mistik dan Makrifat Sunan Kalijaga; Achmad Chodjim; Serambi,2004

Senin, Juli 05, 2010

Ajaran Sastra Jendra Hayuningrat

Ilmu langka yang mengupas rahasia alam semesta
Wong urip pancen angel.Ibarat wong mlaku mung mampir ngombe.

1) Ajaran ini bersumber dari istilah Sastra Harjendra Yuning Rat yang bersumber dari kisah Arjoena-Sasra Baoe karya pujangga R.Ng.Sindoesastra (Van Den Broek, 1870:31,33). Ungkapan serupa : Sastra Herjendra Hayuning Bumi (ibid:30) Sastra Hajendra Hayuningrat Pangruwating Barang Sakilar (ibid:31), atau Sastradi (ibid:31), sastra Hajendra (ibid:31), sastra Hajendra Yuningrat Pangruwating Diyu (ibid:31), sastra Hajendra Wadiningrat (ibid:31), Sastrayu (ibid: 32, 34), atau sastra Ugering Agesang Kasampurnaning Titah Titining Pati Patitising Kamuksan (ibid:32), Jatining Sastra (ibid:32).

2) Arti masing-masing istilah (Pradipta 1995) adalah sbb:
a. Sastra Hajendra Yuning Rat (ilmu ajaran tertinggi yang jelas tentang keselamatan alam semesta)
b. Sastra Harjendra Wadiningrat (ilmu ajaran keselamatan alam semesta untuk Meruwat raksasa).
c. Sastra Hajendra Wadiningrat (ilmu ajaran tertinggi tentang keselamatan alam semesta rahasia dunia)
d. Sastrayu (ilmu ajaran keselamatan)

3) Penafsiran

a. Seperti diketahui dalam kitab Arjoena-Sasra-Baoe tak ada uraian yang memadai tentang bentuk, isi, dan nilai ajaran Sastra Jendra yang sinengker itu. Namun demikian janganlah lalu ditafsirkan bahwa di kalangan masyarakat Jawa tidak ada seorangpun terutama pada waktu itu yang tidak tahu tentang bentuk, isi, dan nilai ajaran tersebut. Bahkan sebaliknya justru karena singkatnya uraian Sindusastra, dapat ditafsirkan bahwa masyarakat sudah tahu dan memahami betul tentang ajaran yang bersifat rahasia itu. Perihal Sinengker dapat ditafsirkan bahwa situasi, kondisi, lingkungan , iklim, suasana sosial dan budaya setempat /waktu Sastra Jendra dilahirkan ,mungkin belum dapat diterima secara iklas dan trasparan,akan kehadiran ajaran Sastra Jendra tersebut

b. Didalam kitab Arjoena-Sasra-Baoe, Sastra Jendra hanya diuraikan secara singkat sbb:

Sastrarjendra hayuningrat, pangruwat barang sakalir, kapungkur sagung rarasan, ing kawruh tan wonten malih, wus kawengku sastradi, pungkas-pungkasaning kawruh, ditya diyu raksasa, myang sato sining wanadri, lamun weruh artine kang sastrarjendra. Rinuwat dening bathara, sampurna patinireki, atmane wor lan manusa, manusa kang wus linuwih, yen manusa udani, wor lan dewa panitipun, jawata kang minulya mangkana prabu Sumali, duk miyarsa tyasira andhandhang sastra.

Terjemahannya :

Ilmu/ajaran tertinggi tentang keselamatan alam semesta, untuk meruwat segala hal, dahulu semua orang membicarakan pada ilmu ini tiada lagi, telah terbingkai oleh sastradi. Kesimpulan dari pengetahuan ini bahwa segala jenis raksasa, dan semua hewan di hutan besar, jika mengetahui arti sastra Jendra. Akan diruwat oleh dewa,menjadi sempurna kematiannya (menjadi) dewa yang dimuliakan, demikianlah Prabu Sumali, ketika mendengar hatinya berhasrat sekali mengetahui Sastra Jendra.

c. Secara esensial ilmu/ajaran Sastra Jendra yang berarti ilmu/ajaran tertinggi tentang keselamatan, mengandung isi dan nilai Ketuhanan YME,mungkin karena pertimbangan tertentu, maka yang dipaparkan baik dalam Serat Arjunasastra maupun didalam lakon-lakon wayang hanyalah sebatas kulit saja, belum mengungkap secara mendasar tentang pokok bahasan dan materi yang sebenarnya secara memadai. Namun demikian bagi orang yang memiliki ilmu semiotik Jawa (ilmu tanda atau ilmu tanggap samita), mungkin dapat menangkap maksud dan tujuan ilmu ini , serta dapat memaknai ilmu Ketuhanan YME dalam proyeksi mikro dan makro.

d. Struktur ilmu/ ajaran sastra Jendra dapat disusun sebagai berikut.:
Sastra Jendra/Sastradi/Jatining Sastra/Satrayu
Sastra Jendra Hayuningrat
(Sastra Jendra untuk setiap tatasurya)
Sastra Jendra Hayuning Bumi
(Sastra Jendra untuk Bumi dimana manusia hidup)
Sastra Jendra Pangruwating Barang Sakelir
(Untuk Meruwat segala Macam mahluk hidup)
SJP SJP SJP SJP
Kewan Dayu Manungsa Lsp
(Hewan) (Raksasa) (Manusia) (Lainnya)

Sastra Jendra Hayuning Bumi

(Sastra Jendra untuk bumi dimana manusia hidup)
Agama Kepercayaan thd Tuhan YME ainnya
Agama :
Sastra Jendra Hayuning Bumi
Sastra Jendra utk Bumi dimana manusia hidup
Islam Katolik Kristen Hindu Budha
Kepercayaan terhadap Tuhan YME :
Sastra Jendra Hayuning Bumi
(Serat Jendta utk Bumi dimana manusia hidup)
Kanuragan Sangkan Paran Kasampurnan Kasucen
(SUAKTTPPK)
*SUAKTTPPK = Sastra Urgening Agesang Kasampurnaning Titah Titining Pati Patising Kamuksan.
(Ilmu/ajaran) pedoman hidup kesempurnaan manusia kesempurnaan mati kesempurnaan moksa).

Lainnya :
Sastra Jendra Hayuning Bumi
(Sastra Jendra untuk Bumi dimana manusia hidup)

Agama Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa lainnya di dunia

a. Sastra Jendra sebagai paguyuban Kepercayaan terhadap Tuhan YME

Di Indonesia terdapat organisasi budaya spiritual bernama paguyuban Sastra Jendra Hayuningrat Pangaruwating Diyu, anggotanya tersebar luas ke 14 propinsi. Paguyuban ini berpusat di Jakarta, disesepuhi oleh KRMH. Darudriyo Soemodiningrat. Paguyuban ini meyakini adanya Tuhan YME dan keberadaannya tak dapat diibaratkan dengan apapun. Menurut naskah pemaparan Budaya Spiritual. Ada pola dasar ajaran :
1. Ajaran tentang Tuhan YME
2. Ajaran tentang Alam semesta
3. Ajaran tentang Manusia
4. Ajaran tentang Kesempurnaan
(Uraian terperinci tidak disajikan di sini)

Menurut nama sumber Widyo Isworo SH (alm). Salah seorang warga senior dari paguyuban tersebut, Sastra Jendra yang amat luas berasal dari keraton, dipergunakan oleh para raja. Jadi sudah sejak dahulu ada. Sedangkan ilmu yang dikelola oleh paguyuban ini hanyalah terbatas pada Sastra Jendra yang berurusan dengan peningkatan watak dan perilaku raksasa saja. Itulah sebabnya diambil nama Sastra Jemdra Hayuningrat Pranguanting Diyu. Seseorang sebelum menyerap ilmu ini harys mengerti terlebih dahulu tentang mikro dan makro kosmos. Sesudah itu baru secara bertahap ia memahami, menghayati dan mengamalkan :

1). Kasatriyan (Kesatriaan)
2). Khadewasan (Kedewasaan)
3). Kesepuhan
4). Kawredhan


Sastra Jendra disebut pula Sastra Ceta
Suatu hal yang mengandung kebenaran, keluhuran, keagungan akan kesempurnaan penilaian terhadap hal-hal yang belum nyata bagi manusia biasa. Karena itu Ilmu Sastra Jendra disebut pula sebagai ilmu atau pengetahuan tentang rahasia seluruh semesta alam beserta perkembangannya. Jadi tugasnya, Ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu ialah jalan atau cara untuk mencapai kesempurnaan hidup.

Untuk mencapai tingkat hidup yang demikian itu, manusia harus menempuh berbagai persyaratan atau jalan dalam hal ini berarti sukma dan roh yang manunggal, antara lain dengan cara-cara seperti:
Mutih : makan nasi tanpa lauk pauk yang berupa apapun juga.
Sirik : menjauhkan diri dari segala macam keduniawian.
Ngebleng : menghindari segala makanan atau minuman yang tak bergaram.
Patigeni : tidak makan atau minum apa-apa sama sekali.

Selanjutnya melakukan samadi, sambil mengurangi makan, minum, tidur dan lain sebagainya.

Pada samadi itulah pada galibnya orang akan mendapalkan ilham atau wisik.

Ada tujuh tahapan atau tingkat yang harus dilakukan apabila ingin mencapai tataran hidup yang sempurna, yaitu :

Tapaning jasad

Mengendalikan/menghentikan daya gerak tubuh atau kegiatannya.
Janganlah hendaknya merasa sakit hati atau menaruh balas dendam, apalagi terkena sebagai sasaran karena perbuatan orang lain, atau akibat suatu peristiwa yang menyangkut pada dirinya.
Sedapat-dapatnya hal tersebut diterima saja dengan kesungguhan hati.

Tapaning budi

Mengelakkan/mengingkari perbuatan yang terhina dan segala hal yang bersifat tidak jujur.

Tapaning hawa nafsu
Mengendalikan/melontarkan jauh-jauh hawa nafsu atau sifat angkara murka dari diri pribadi.
Hendaknya selalu bersikap sabar dan suci, murah hati, berperasaan dalam, suka memberi maaf kepada siapa pun, juga taat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Memperhatikan perasaan secara sungguh-sungguh, dan berusaha sekuat tenaga kearah ketenangan (heneng), yang berarti tidak dapat diombang-ambingkan oleh siapa atau apapun juga, serta kewaspadaan (hening).

Tapaning sukma
Memenangkan jiwanya. Hendaknya kedermawanannya diperluas.
Pemberian sesuatu kepada siapapun juga harus berdasarkan keikhlasan hati, seakan-akan sebagai persembahan sedemikian, sehingga tidak mengakibatkan sesuatu kerugian yang berupa apapun juga pada pihak yang manapun juga.
Pendek kata tanpa menyinggung perasaan.

Tapaning cahya
Hendaknya orang selalu awas dan waspada serta mempunyai daya meramalkan sesuatu secara tepat.
Jangan sampai kabur atau mabuk karena keadaan cemerlang yang dapat mengakibatkan penglihatan yang serba samar dan saru.
Lagi pula kegiatannya hendaknya selalu ditujukan kepada kebahagiaan dan keselamatan umum.

Tapaning gesang

Berusaha berjuang sekuat tenaga secara berhati-hati, kearah kesempurnaari hidup, serta taat kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Mengingat jalan atau cara itu berkedudukan pada tingkat hidup tertinggi, maka:

Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu itu dinamakan pula "Benih seluruh semesta alam."


Jadi semakin jelas bahwa Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu hanya sebagai kunci untuk dapat memahami isi Rasa Jati, dimana untuk mencapai sesuatu yang luhur diperlukan mutlak perbuatan yang sesuai.

Rasajati memperlambangkan jiwa atau badan halus ataupun nafsu sifat tiap manusia, yaitu keinginan, kecenderungan, dorongan hati yang kuat, kearah yang baik maupun yang buruk atau jahat.

Nafsu sifat itu ialah; Lumamah (angkara murka), Amarah, Supiyah (nafsu birahi). Ketiga sifat tersebut melambangkan hal-hal yang menyebabkan tidak teraturnya atau kacau balaunya sesuatu masyarakat dalam berbagai bidang, antara lain: kesengsaraan, malapetaka, kemiskinan dan lain sebagainya.

Sedangkan sifat terakhir yaitu Mutmainah (nafsu yang baik, dalam arti kata berbaik hati, berbaik bahasa, jujur dan lain sebagainya) yang selalu menghalang-halangi tindakan yang tidak senonoh.


Catatan Tambahan :
Sastra Cetha / Sastra Jendra Hayuningrat tentang Tehnik pencapaian laku :

Posisi tidur telentang kaki lurus, telapak tangan masing masing menempel ke paha, telapak kaki kanan menempel ke telapak kaki kiri (posisi saluku tunggal).

Nafas & konsentrasi : tarik nafas (dari pusar) naik ke dada - tenggorokan , kemudian naikkan lagi ke ubun ubun , (tahan sekuatnya ), kemudian turunkan lagi perlahan –lahan ke pusar sambil membuang nafas.

Pada saat tarik nafas sambil mengucap batin ‘ huu ‘ pada saat melepas ‘ yaa ‘, setiap tahapan dilakukan 3 kali tarikan/ buang nafas (Tripandurat), kemudian baru istirahat dan kemudian dilakukan lagi .

Semakin lama kita bisa menahan nafas (di ubun ubun) semakin bagus, dengan catatan setiap tripandurat harus ada jeda istirahat sebentar, pada saat bersatunya rah (darah) atau roh di ubun ubun (susuhunan) itulah bisa disebut manunggaling kawula gusti, dalam arti jika nafas naik kita jumeneng gusti dan pada saat turun kita kembali jd kawulo, namun yg dimaksud disini bukan berarti nafasnya tetapi adalah Cipta & rasa nya.
Patrap/konsentrasi semedi ini bias dilakukan sambil beraktifitas sehari hari sambil tetap mengatur jalan nafas dan mantra “huu – yaa” diatas.

Banyaknya orang untuk mengetahui tentang sastra jendra ini diikuti sembah tulus kepadaNya, maka yang diperoleh adalah suatu ajaran hidup yang sumende karsaning widi, berserah kepada Tuhannya. Bila kesemuanya dilakoni maka tentunya akan diperoleh ajaran sejati yang berujud sastra jendra pangruwating diyu, kalau di tempat saya sastra = tulis, jendra = papan. Yaitu suatu ilmu yang diajarkan tanpa perantara, berujud tulisan kang tanpa papan (tulisan tanpa tempat menulis), untuk menuju kesana diperlukan papan tanpa tulisan, atau tempat yang tiada apa apa lagi selain Tuhan itu.

Lalu sastra jendra dikatakan sastra cetha, yang artinya jelas, tetapi kok masih dicari, hal ini mengusik kita, walaupun dikatakan sastra cetha/jelas tetapi tanpa laku yang cukup untuk mengetahuinya, maka niscaya tiada pernah didapat. Sastra cetha sendiri juga mengartikan bahwa siapa yang sudah paham akan isi sastra jendra sendiri akan tiada kesamaran sawiji - wiji, tiada akan bimbang akan isi dunia inikarena sudah yakin akan tujuan hidupnya.

Kemudian tentang laku awal untuk mencapai hal tersebut adalah dengan samadhi. Samadhi yang dilakukan dengan sungguh pasrah akan kehendak yang Kuasa dan sungguh pasrah atas segala dosa dan hidup kita.

Olah nafas yang dipergunakan adalah nafas halus, yaitu menjaga (bukan mengatur seperti yg lainya) untuk bernafas dengan teratur antara keluar dan masuknya nafas. Tidak boleh ditahan ataupun sengaja dihabiskan. Betul betul bafas teratur seperti kita tidur, jangan sampai goyah. Pikiran dipusatkan kepada jalannya nafas, terus merasakan keluar dan masuknya nafas. Kalau dalam tahap meditasi ini dirasakan atau pun merasa melihat sesuatu, jangan hiraukan terus kepada pemusatan kepada talining urip (nafas). Dengan terus melakukan ini bila berhasil akan mengetahui dengan sendirinya suatu rahasia kemampuan diri kita

Kemudian tentang laku awal untuk mencapai hal tersebut adalah dengan samadhi. Samadhi yang dilakukan dengan sungguh pasrah akan kehendak yang Kuasa dan sungguh pasrah atas segala dosa dan hidup kita.

Olah nafas yang dipergunakan adalah nafas halus, yaitu menjaga (bukan mengatur seperti yg lainya) untuk bernafas dengan teratur antara keluar dan masuknya nafas. Tidak boleh ditahan ataupun sengaja dihabiskan. Betul betul nafas teratur seperti kita tidur, jangan sampai goyah. Pikiran dipusatkan kepada jalannya nafas, terus merasakan keluar dan masuknya nafas. Kalau dalam tahap meditasi ini dirasakan atau pun merasa melihat sesuatu, jangan hiraukan terus kepada pemusatan kepada talining urip (nafas). Dengan terus melakukan ini bila berhasil akan mengetahui dengan sendirinya suatu rahasia kemampuan diri kita .

Ini yang dikatakan olah rasa, yaitu mengolah dan merasakan rasa jati, berusaha merasakan rasa yang sejati.


Rahayu rahayu
TembangLangitBiru

Paguyuban Sastra Jendra Hayuningrat Pangaruwating Diyu

Sabtu, Juli 03, 2010

Sangkan Paraning Dumadi

Dalam hidup ini, manusia senantiasa diingatkan untuk memahami filosofi Kejawen yang berbunyi "Sangkan Paraning Dumadi". Apa sebenarnya Sangkan Paraning Dumadi? Tidak banyak orang yang mengetahuinya. Padahal, jika kita belajar tentang Sangkan Paraning Dumadi, maka kita akan mengetahui kemana tujuan kita setelah hidup kita berada di akhir hayat.

Manusia sering diajari filosofi Sangkan Paraning Dumadi itu ketika merayakan Hari Raya Idul Fitri. Biasanya masyarakat Indonesia lebih suka menghabiskan waktu hari raya Idul Fitri dengan mudik. Nah, mudik itulah yang menjadi pemahaman filosofi Sangkan Paraning Dumadi. Ketika mudik, kita dituntut untuk memahami dari mana dulu kita berasal, dan akan kemanakah hidup kita ini nantinya.

Untuk lebih jelasnya, marilah kita simak tembang dhandanggula warisan para leluhur yang sampai detik ini masih terus dikumandangkan.

Kawruhana sejatining urip/
(ketahuilah sejatinya hidup)

urip ana jroning alam donya/
(hidup di dalam alam dunia)

bebasane mampir ngombe/
(ibarat perumpamaan mampir minum)

umpama manuk mabur/
(ibarat burung terbang)

lunga saka kurungan neki/
(pergi dari kurungannya)

pundi pencokan benjang/
(dimana hinggapnya besok)

awja kongsi kaleru/
(jangan sampai keliru)

umpama lunga sesanja/
(umpama orang pergi bertandang)

njan-sinanjan ora wurung bakal mulih/
(saling bertandang, yang pasti bakal pulang)

mulih mula mulanya/(pulang ke asal mulanya)

Kemanakah kita bakal 'pulang'?
Kemanakah setelah kita 'mampir ngombe' di dunia ini?
Dimana tempat hinggap kita andai melesat terbang dari 'kurungan' (badan jasmani) dunia ini?
Kemanakah aku hendak pulang setelah aku pergi bertandang ke dunia ini?
Itu adalah suatu pertanyaan besar yang sering hinggap di benak orang-orang yang mencari ilmu sejati.

Yang jelas, beberapa pertanyaan itu menunjukkan bahwa dunia ini bukanlah tempat yang
langgeng. Hidup di dunia ini hanya sementara saja. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika kita menyimak tembang dari Syech Siti Jenar yang digubah oleh Raden Panji Natara dan digubah lagi oleh Bratakesawa yang bunyinya seperti ini:

"Kowe padha kuwalik panemumu, angira donya iki ngalame wong urip,
akerat kuwi ngalame wong mati; mulane kowe pada kanthil-kumanthil marang
kahanan ing donya, sarta suthik aninggal donya." ("Terbalik pendapatmu, mengira dunia ini alamnya orang hidup, akherat itu alamnya orang mati. Makanya kamu sangat lekat dengan kehidupan dunia, dan tidak mau meninggalkan alam dunia")

Pertanyaan yang muncul dari tembang Syech Siti Jenar adalah:
Kalau dunia ini bukan alamnya orang hidup, lalu alamnya siapa?

Syech Siti Jenar menambahkan penjelasannya:
"Sanyatane, donya iki ngalame wong mati, iya ing kene iki anane swarga lan naraka, tegese, bungah lan susah. Sawise kita ninggal donya iki, kita bali urip langgeng, ora ana bedane antarane ratu karo kere, wali karo bajingan." (Kenyataannya, dunia ini alamnya orang mati, iya di dunia ini adanya surga dan neraka, artinya senang dan susah. Setelah kita meninggalkan alam dunia ini, kita kembali hidup langgeng, tidak ada bedanya antara yang berpangkat ratu dan orang miskin, wali ataupun bajingan")

Dari pendapat Syech Siti Jenar itu kita bisa belajar, bahwa hidup di dunia ini yang serba berubah seperti roda (kadang berada di bawah, kadang berada di atas), besok mendapat kesenangan, lusa memperoleh kesusahan, dan itu bukanlah merupakan hidup yang sejati ataupun langgeng.

Wejangan beberapa leluhur mengatakan:
"Urip sing sejati yaiku urip sing tan keno pati". (hidup yang sejati itu adalah hidup yang tidak bisa terkena kematian). Ya, kita semua bakal hidup sejati. Tetapi permasalahan yang muncul adalah, siapkah kita menghadapi hidup yang
sejati jika kita senantiasa berpegang teguh pada kehidupan di dunia yang serba fana?

Ajaran para leluhur juga menjelaskan:
"Tangeh lamun siro bisa ngerti sampurnaning pati,
yen siro ora ngerti sampurnaning urip."
(mustahil kamu bisa mengerti kematian yang sempurna,
jika kamu tidak mengerti hidup yang sempurna).

Oleh karena itu, kita wajib untuk menimba ilmu agar hidup kita menjadi sempurna dan mampu meninggalkan alam dunia ini menuju ke kematian yang sempurna pula.

PUASA ALA KEJAWEN

Puasa dan tapa adalah dua hal yang sangat penting bagi peningkatan spiritual seseorang. Disemua ajaran agama biasanya disebutkan tentang puasa ini dengan berbagai versi yang berbeda. Menurut sudut pandang spiritual metafisik, puasa mempunyai efek yang sangat baik dan besar terhadap tubuh dan fikiran. Puasa dengan cara supranatural mengubah sistem molekul tubuh fisik dan eterik dan menaikkan vibrasi/getarannya sehingga membuat tubuh lebih sensitif terhadap energi/kekuatan supranatural sekaligus mencoba membangkitkan kemampuan indera keenam seseorang.

Apabila seseorang telah terbiasa melakukan puasa, getaran tubuh fisik dan eteriknya akan meningkat sehingga seluruh racun,energi negatif dan makhluk eterik negatif yang ada didalam tubuhnya akan keluar dan tubuhnya akan menjadi bersih. Setelah tubuhnya bersih maka roh-roh suci pun akan datang padanya dan menyatu dengan dirinya membantu kehidupan nya dalam segala hal.

Didalam peradaban/tradisi pendalaman spiritual ala kejawen, seorang penghayat kejawen biasa melakukan puasa dengan hitungan hari tertentu (biasanya berkaitan dengan kalender jawa). Hal tersebut dilakukan untuk menaikkan kekuatan dan kemampuan spiritual metafisik mereka dan untuk memperkuat hubungan mereka dengan saudara kembar gaib mereka yang biasa disebut SADULUR PAPAT KALIMA PANCER.

Apapun nama dan pelaksanaan puasa, bila puasa dilakukan dengan niat yang tulus, maka tak mungkin akan membuat manusia yang melakoninya celaka. Bahkan medis mampu membuktikan betapa puasa memberikan efek yang baik bagi tubuh, terutama untuk mengistirahatkan oragan-oragan pencernaan.

Intinya adalah ketika seseorang berpuasa dengan ikhlas, maka orang tersebut akan terbersihkan tubuh fisik dan eteriknya dari segala macam kotoran. Ada suatu konsep spiritual yang berbunyi “matikanlah dirimu sebelum engkau mati”, arti dari konsep tersebut kurang lebih kalau kita sering ‘menyiksa’ tubuh maka jiwa kita akan menjadi kuat. Karena yang hidup adalah jiwa, raga akan musnah suatu saat nanti. Itulah sedikit konsep spiritual jawa yang banyak dikenal.

Para penghayat kejawen telah ‘menemukan’ metode-metode untuk membangkitkan spirit kita agar kita menjadi manusia yang kuat jiwanya dan luas alam pemikirannya, salah satunya yaitu dengan menemukan puasa-puasa dengan tradisi kejawen. Atas dasar konsep ‘antal maut qoblal maut’ diatas puasa-puasa ini ditemukan dan tidak lupa peran serta para ghaib, arwah leluhur serta roh-roh suci yang membantu membimbing mereka dalam peningkatan spiritualnya.

Macam-macam puasa ala Kejawen :

1. Mutih
Dalam puasa mutih ini seseorang tdk boleh makan apa-apa kecuali hanya nasi putih dan air putih saja. Nasi putihnya pun tdk boleh ditambah apa-apa lagi (seperti gula, garam dll.) jadi betul-betul hanya nasi putih dan air puih saja. Sebelum melakukan puasa mutih ini, biasanya seorang pelaku puasa harus mandi keramas dulu sebelumnya dan membaca mantra ini : “niat ingsun mutih, mutihaken awak kang reged, putih kaya bocah mentas lahirdipun ijabahi gusti allah.”

2. Ngeruh
Dalam melakoni puasa ini seseorang hanya boleh memakan sayuran / buah-buahan saja. Tidak diperbolehkan makan daging, ikan, telur dsb.

3. Ngebleng
Puasa Ngebleng adalah menghentikan segala aktifitas normal sehari-hari. Seseorang yang melakoni puasa Ngebleng tidak boleh makan, minum, keluar dari rumah/kamar, atau melakukan aktifitas seksual. Waktu tidur-pun harus dikurangi. Biasanya seseorang yang melakukan puasa Ngebleng tidak boleh keluar dari kamarnya selama sehari semalam (24 jam). Pada saat menjelang malam hari tidak boleh ada satu lampu atau cahaya-pun yang menerangi kamar tersebut. Kamarnya harus gelap gulita tanpa ada cahaya sedikitpun. Dalam melakoni puasa ini diperbolehkan keluar kamar hanya untuk buang air saja.

4. Pati geni
Puasa Patigeni hampir sama dengan puasa Ngebleng. Perbedaanya ialah tidak boleh keluar kamar dengan alasan apapun, tidak boleh tidur sama sekali. Biasanya puasa ini dilakukan sehari semalam, ada juga yang melakukannya 3 hari, 7 hari dst. Jika seseorang yang melakukan puasa Patigeni ingin buang air maka, harus dilakukan didalam kamar (dengan memakai pispot atau yang lainnya). Ini adalah mantra puasa patigeni : “niat ingsun patigeni, amateni hawa panas ing badan ingsun, amateni genine napsu angkara murka krana Allah taala”.

5. Ngelowong
Puasa ini lebih mudah dibanding puasa-puasa diatas Seseorang yang melakoni puasa Ngelowong dilarang makan dan minum dalam kurun waktu tertentu. Hanya diperbolehkan tidur 3 jam saja (dalam 24 jam). Diperbolehkan keluar rumah.

6. Ngrowot
Puasa ini adalah puasa yang lengkap dilakukan dari subuh sampai maghrib. Saat sahur seseorang yang melakukan puasa Ngrowot ini hanya boleh makan buah-buahan itu saja! Diperbolehkan untuk memakan buah lebih dari satu tetapi hanya boleh satu jenis yang sama, misalnya pisang 3 buah saja. Dalam puasa ini diperbolehkan untuk tidur.

7. Nganyep
Puasa ini adalah puasa yang hanya memperbolehkan memakan yang tidak ada rasanya. Hampir sama dengan Mutih , perbedaanya makanannya lebih beragam asal dengan ketentuan tidak mempunyai rasa.

8. Ngidang
Hanya diperbolehkan memakan dedaunan saja, dan air putih saja. Selain daripada itu tidak diperbolehkan.

9. Ngepel
Ngepel berarti satu kepal penuh. Puasa ini mengharuskan seseorang untuk memakan dalam sehari satu kepal nasi saja. Terkadang diperbolehkan sampai dua atau tiga kepal nasi sehari.

10. Ngasrep
Hanya diperbolehkan makan dan minum yang tidak ada rasanya, minumnya hanya diperbolehkan 3 kali saja sehari.

11. Senin-Kamis
Puasa ini dilakukan hanya pada hari senin dan kamis saja seperti namanya. Puasa ini identik dengan agama islam. Karena memang Rasulullah SAW menganjurkannya.

12. Wungon
Puasa ini adalah puasa pamungkas, tidak boleh makan, minum dan tidur selama 24 jam.

13. Tapa Jejeg
Tidak duduk selama 12 jam

14. Lelono
Melakukan perjalanan (jalan kaki) dari jam 12 malam sampai jam 3 subuh (waktu ini dipergunakan sebagai waktu instropeksi diri).

15. Kungkum
Kungkum merupakan tapa yang sangat unik. Banyak para pelaku spiritual merasakan sensasi yang dahsyat dalam melakukan tapa ini.

Tatacara tapa Kungkum adalah sebagai berikut :
a) Masuk kedalam air dengan tanpa pakaian selembar-pun dengan posisi bersila (duduk) didalam air dengan kedalaman air se tinggi leher.
b) Biasanya dilakukan dipertemuan dua buah sungai
c) Menghadap melawan arus air
d) Memilih tempat yang baik, arus tidak terlalu deras dan tidak terlalu banyak lumpur didasar sungai
e) Lingkungan harus sepi, usahakan tidak ada seorang manusiapun disana
f) Dilaksanakan mulai jam 12 malam (terkadang boleh dari jam 10 keatas) dan dilakukan lebih dari tiga jam (walau ada juga yang memperbolehkan pengikutnya kungkum hanya 15 menit).
g) Tidak boleh tertidur selama Kungkum
h) Tidak boleh banyak bergerak
i) Sebelum masuk ke sungai disarankan untuk melakukan ritual pembersihan (mandi dulu)
j) Pada saat akan masuk air baca mantra ini :
“Putih-putih mripatku Sayidina Kilir, Ireng-ireng mripatku Sunan Kali Jaga, Telenging mripatku Kanjeng Nabi Muhammad.”
k) Pada saat masuk air, mata harus tertutup dan tangan disilangkan di dada
l) Nafas teratur
m) Kungkum dilakukan selama 7 malam biasanya

16. Ngalong
Tapa ini juga begitu unik. Tapa ini dilakuakn dengan posisi tubuh kepala dibawah dan kaki diatas (sungsang). Pada tahap tertentu tapa ini dilakukan dengan kaki yang menggantung di dahan pohon dan posisi kepala di bawah (seperti kalong/kelelawar). Pada saat menggantung dilarang banyak bergerak. Secara fisik bagi yang melakoni tapa ini melatih keteraturan nafas. Biasanya puasa ini dibarengi dengan puasa Ngrowot.

17. Ngeluwang
Tapa Ngeluwang adalah tapa paling menakutkan bagi orang-orang awam dan membutuhkan keberanian yang sangat besar. Tapa Ngeluwang disebut-sebut sebagai cara untuk mendapatkan daya penglihatan gaib dan menghilangkan sesuatu. Tapa Ngeluwang adalah tapa dengan dikubur di suatu pekuburan atau tempat yang sangat sepi. Setelah seseorang selesai dari tapa ini, biasanya keluar dari kubur maka akan melihat hal-hal yang mengerikan (seperti arwah gentayangan, jin dlsb). Sebelum masuk ke kubur, disarankan baca mantra ini :
“ Niat ingsun Ngelowong, anutupi badan kang bolong siro mara siro mati, kang ganggu maang jiwa insun, lebur kaya dene banyu krana Allah Ta’ala.”

Dalam melakoni puasa-puasa diatas, bagi pemula sangatlah berat jika belum terbiasa. Oleh karena itu disini akan dibekali dengan ilmu lambung karang. Ilmu ini berfungsi untuk menahan lapar dan dahaga. Dengan kata lain ilmu ini dapat sangat membantu bagi oarang-orang yang masih ragu-ragu dalam melakoni puasa-puasa diatas. Selain praktis dan mudah dipelajari, sebenarnya ilmu lambung karang ini berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang kebanykan harus ditebus/dimahari dengan puasa.

Selain itu syarat atau cara mengamalkannyapun sangat mudah, yaitu :
1. Mandi keramas/jinabat untuk membersihkan diri dari segala macam kekotor
2. Menjaga hawa nafsu.
3. Baca mantra lambung karang ini sebanyak 7 kali setelah shalat wajib 5 waktu, yaitu :
Bismillahirrahamanirrahim
Cempla cempli gedhene
Wetengku saciplukan bajang
Gorokanku sak dami aking
Kapan ingsun nuruti budine
Aluamah kudu amangan wareg
Ngungakna mekkah madinah
Wareg tanpa mangan
Kapan ingsun nuruti budine
Aluamah kudu angombe
Ngungakna segara kidul
Wareg tanpa angombe
Laailahaillallah Muhammad Rasulullah

Selain melakoni puasa-puasa diatas masyarakat kejawen juga melakukan puasa-puasa yang diajarkan oleh agama Islam, seperti puasa ramadhan, senin kamis, puasa 3 hari pada saat bulan purnama, puasa Nabi Daud AS dll. Inti dari semua lakon mereka tujuannya hanya satu yaitu mendekatkan diri dengan Allah SWT agar diterima iman serta Islam mereka.

Kamis, Juli 01, 2010

Hurip - Makna Huruf Jawa Pada Kata ‘URIP’ dan ‘GESSANG’

Sepanjang sejarah kesusasteraan Jawa, telah dikenal berbagai tulisan asli yang antara lain adalah tulisan Jawa yang merupakan unsur penting dari kebudayaan Jawa itu sendiri.

Tersebut suatu legenda yang menceriterakan kisah Pangeran Ajisaka yang rupa-rupanya bermula sebagai sebuah ceritera untuk menerangkan artinya dari kalimat yang muncul dari susunan abjad Jawa yang terdiri dari dua puluh huruf dengan artinya sebagai berikut:

Ha na ca ra ka : ada dua orang utusan
Da ta sa wa la : saling bertengkar
Pa dha ja ya nya : sama-sama kuat
Ma ga ba tha nga : kedua-duanya mati.

Masyarakat umum menganggap bahwa Ajisaka yang menciptakan huruf Jawa. Sementara para ahli menyatakan bahwa tulisan Jawa berasal dari suatu bentuk tulisan Sanskerta Dewanagari dari India Selatan.

Dalam perkembangannya orang Jawa sudah banyak menggunakan huruf Latin dari pada huruf Jawa, namun di beberapa tempat masih ditemui tulisan yang menggunakan huruf Jawa. Bahkan oleh beberapa orang dinyatakan bahwa huruf Jawa memiliki falsafah atau makna bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh:

Huruf ha diberi makna hidup: na berarti ada. Jadi ha na berarti adanya hidup, ca ra ka diartikan sebagai cipta rasa karsa: caraka berarti juga utusan atau duta.

Dengan demikian makna hana caraka adalah adanya hidup diciptakan oleh Tuhan yang diutus untuk memelihara alam lingkungan dengan berpedoman pada tuntunan-Nya sehingga manusia tidak banyak berbuat salah.

Huruf da berati Dhat: ta berarti tan (tanpa) sa wa la berarti salah. Jadi Da ta sawala berarti petunjuk yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah salah.

Huruf pa dha ja ya nya mengandung makna penggambaran diri manusia yang mana hati nuraninya tergoda oleh nafsu, maka sering timbul pertentangan di dalam dirinya. Oleh karena itu manusia diajarkan untul selalu memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Esa agar senantiasa berada dalam kebenaran.

Huruf ma ga ba tha nga; ma dan ga berarti sukama dan angga yang hidup dan berbudaya untuk mewujudkan tindak yang baik. Akhirnya ma, ga akan menjadi ba tha nga, yaitu mati apabila tugas sebagai caraka (utusan) telah selesai atau telah dikehendaki oleh Tuhan kembali (meninggal dunia). Demikian antara lain pengungkapan makna huruf Jawa ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga.

Dalam kehidupan berbudaya ada beberapa orang yang dalam menghayati makna hidup dan kehidupannya menggunakan huruf Jawa sebagai alat untuk dapat memahami makna hidup tersebut. Seseorang sadar sepenuhnya bahwa di dalam dirinya diberi hidup sehingga dia berusaha memahami apa makna hidup itu. Berikut akan diungkap makna hidup dengan menggunakan uraian dari kata yang berhuruf Jawa.

Penjelasannya sebagai berikut: Yang disebut hidup itu terdiri dari dua jenis, yaitu yang disebut hurip dan gesang. Kata “urip” dalam huruf Jawa terdiri dari ha; berasal dari sebutan ma ha (maha) suku (u) mengandung makna tenaga, ra: berasal dari sebutan ha ra (getaran) wulu (i) mengandung maksud bahwa huruf yang di dulu adalah positif pa: mengandung maksud meliputi apa saja karena berasal dari sebutan apa-apa (apa) pangku (tanda huruf mati) mengandung maksud kebahagiaan hu: berasal dari sebutan satuhu 9suatu sifat nyata) rip: berasal dari sesebutan mirip (serupa). Kata “hurip” sebelum diberikan sandangan akan tertulis ha ra pa yang artinya hadap dan kehendak (nafsu).

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang disebut “hurip” (hidup) adalah Maha Tenaga yang bergetar, yang memiliki kebahagiaan seperti mulia dan kebiasaan yang bermacam-macam serta mempunyai kehendak. Adapun sifat hidup adalah getaran-getaran yang memenuhi dan meliputi alam semesta yang kesemuanya berujud mirip antara yang satu dengan lain. Getaran itu disebut “hara”. Sebutan nama tersebut berasal dari adanya pengetahuan suatu gerak yang sangat cepat dan hanya bisa ditirukan oleh gerakan lidah, sehingga akan keluar bunyi dari mulut: “rrrraaaaa”. Karena hal tersebut bersifat maha, maka sebutan maha dan ra dijadikan satu sebutan “mahara” yang disingkat “hara”. Hara memiliki kebiasaan, maka sebutan “hara” dan “bisa” disatukan menjadi “harabisa”, yang kemudian disingkat “rasa”, karena sebutan “rasa” berasal dari sebutan “hurip”, maka rasa adalah hurip yang memiliki hadap kehendak kebiasaan kebahagiaan yang semuanya bersifat nyata serupa/mirip.

Berikut makna hidup dari apa yang disebut dengan gessang. Kata “gessang” dalam huruf Jawa terdiri dari: ga: berasal dari sebuta ra ga (raga/sifat berwujud) pepet (e) mengandung maksud perasaan/rasa kulit. Sa: berasal dari sebutan ra sa (rasa) pangku (tanda huruf mati): mengandung maksud sanga (sembilan) sa: berasal dari sebutan ra sa (rasa) setcak (tanda bunyi sengau) mengandung maksud sanga (sembilan). Ges: berasal dari sebutan teges (arti). Sang: berasal dari sebutan tumangsang (terkait) kata “gesang” sebelum mendapatkan sandangan tertulis ga sa sa nga, yang berasal dari sebutan gagasa (gagasan(, sanga (sembilan) maksudnya gagasa atau pikir itu terkait oleh sembilan rasa. Dari penjelasan tersebut disimpulkan bahwa yang disebut “gessang” adalah hidup yang memiliki raga, mengandung sembilan rasa positif dan rasa kulit yang mengikat pikir.

Sembilan rasa tersebut:
2 rasa pengelihatan kanan dan kiri
2 rasa pendengaran kanan dan kiri
2 rasa pembauan kanan dan kiri
1 rasa lidah
1 rasa dubur dan 1 rasa kelamin.

Sembilan rasa tersebut masing-masing mengikat gagasan/pikir. Hidup yang berwujud demikian berada di atas permukaan bumi dan harus mempunyai arti atau berguna.

Hidup yang disebut dengan “gessang” ini berasal dari “hurip” yang masing-masing memiliki tenaga hadap dan kehendak. Demikian makna hidup yang dijelaskan melalui kata “hurip” dan “gessang”.

Sebutan “hidup” erat sekali hubungannya dengan sebutan yang Maha Hidup. Untuk memberikan pengertian Yang Maha Hidup, dijelaskan dengan menggunakan kata “halah” dalam huruf Jawa sebagai berikut:
Ha: berasal dari sebutan ma-ha (maha). Suara Ha adalah suara bernafas yang menunukkan hidup. Maka ha mengandung maksud “Yang Maha Hidup”.
Ia: berasal dari sebutan hala (kasar).
Wignyan (huruf mati): mengandung maksud sebagian dari Yang Maha.
Lah: berasal dari sebutan oleh dan polah (memasak dan bergerak).

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang disebut “Halah” (Alah) adalah Yang Maha Hidup, yaitu yang memasak atau mengadakan segala sesuatu mulai dari tidak ada menjadi ada, dari sifat yang terhalus menjadi sifat yang terkasar yang semuanya itu digerakkan atau dihidupi. Adapun dijadikannya sifat-sifat kasar atau berwujud itu hanya sebagian dari sifat ke-MahaanNya.

Demikian makna dari kata berhuruf Jawa “hurip” dan “gessang” yang mengandung arti hidup, yang ternyata di dalamnya terkandung makna yang dalam dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Dari uraian tersebut dapat diketahui betapa tingginya pengetahuan yang telah dicapai oleh leluhur bangsa kita dengan membuat suatu bahasa dan tulisan yang bermakna luhur. Hal demikian dapat menambah pengetahuan dan khasanah budaya bangsa kita.

Sumber:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1995. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara VI. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.