Maestro keroncong Gesang Martohartono telah menutup usia, petang ini sekitar pukul 18.10 WIB. Gesang menghembuskan nafas terakhirnya setelah dirawat selama 9 hari di ruang perawatan ICU Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Solo.
Berita kematian Gesang sebelumnya telah sempat beredar pada Selasa (18/5) lalu. Namun berita itu dibantah oleh pihak keluarga. Saat itu, kondisi Gesang justru membaik setelah melewati masa kritis. Namun, kondisinya menurun sejak tadi siang.
Menurut salah satu keponakan, Ardani, Gesang meninggal dengan ditunggui banyak keluarga.
“Tidak ada pesan terakhir dari beliau,” ujar Ardani. Sebelum meninggal keluarga mengajak Gesang untuk mengucapkan lafal-lafal membesarkan nama Allah SWT.
Sementara itu, rencananya jenazah akan langsung dibawa di rumah gesang di Kemlayan, Surakarta. Rencananya jenazah akan disemayamkan di rumah tersebut.
Anugrah Kebudayaan untuk Gesang
Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) akan memberikan penghargaan pada Alm Gesang berupa Anugrah Kebudayaan, Juni mendatang. Hal itu disampaikan Dirjen Nilai Budaya Seni dan Film Tjetjep Suparman saat melayat di kediaman Gesang, Jalan Bedoyo Nomor 5 Kemlayan, Serengan, Solo, Jumat (21/5) pagi.
Penghargaan itu, kata Tjejep, diberikan saat acara pameran kejarinan DKI Jakarta. Sebelumnya, penghargaan yang sama juga telah diberikan kepada Alm Shopan Shopian.
Tjejep menilai sang maestro keroncong itu telah mengharumkan nama bangsa lewat karya-karyanya yang telah mendunia. Hal itu, menurutnya, menjadi salah satu pertimbangan pemberian penghargaan tersebut.
Selain itu, pihaknya berencana memasukkan lagu keroncong dalam kurikulum pendidikan sekolah dengan tujuan menciptakan generasi penerus yang mampu membangun karakter bangsa. Terkait hal itu, Kemenbudpar telah berkoordinasi dengan Kemendiknas dan Menko Kesra. Dengan langkah ini, diharapkan kelak akan muncul "Gesang-gesang" baru.
"Antara Timur Sama Barat Jauh Mana?"
Firasat Keluarga Sebelum Gesang Meninggal
Kepergian maestro keroncong Gesang Martohartono membawa duka mendalam bagi kerabatnya. Sebelumnya, pihak keluarga sudah memiliki firasat kalau pencipta lagu Bengawan Solo itu akan tutup usia.
Yuniarti, salah satu kemenakan Gesang menuturkan, saat menjelang salat Magrib, Gesang menanyakan antara timur dan barat jauh mana. Mereka mengartikan bahwa barat adalah makam Pracimaloyo di Makam Haji Kartasura. Sedangkan kalau timur adalah taman makam pahlawan (TMP) yang berada di Jebres.
"Firasat kami seperti itu. Tapi, saat ditanyai, kami hanya menjawab iya. Beliau tanya kono (timur) karo kono (barat) adoh ngendi," kata Yuniarti.
Tak berselang lama, firasat itu benar terjadi. Gesang pun meninggalkan kerabatnya untuk selama-lamanya. Sebenarnya, pihak keluarga belum mempercayai meninggalnya pria kelahiran 1 Oktober tersebut. Itu karena, kondisi Gesang semakin membaik. Bahkan, pagi harinya sekitar pukul 10.00 WIB saat berada di rumah sakit, Yuniarti diminta menuliskan teks lagu Jembatan Merah untuk yang selanjutnya akan dinyanyikan.
"Awalnya, beliau minta pulpen dan secarik kertas. Setelah itu, saya disuruh menulis teks lagu Jembatan Merah. Kemudian, beliau menyanyikannya meski dengan suara tertatih-tatih," jelasnya.
Setelah itu, Gesang meminta Yuniarti agar mnyerahkan teks lagu tersebut ke pemain Selo suatu saat. "Katanya, saya disuruh mengasihkan teks itu. Tapi, kertasnya tertinggal di rumah sakit. Nanti akan saya cari kembali. Saya tidak tahu pesan itu mengandung arti apa,'" tuturnya.
Menurut Yuniarti, pihak keluarga mengikhlaskan kepergian Gesang. Bahkan, sejak sakit pun, para kerabat rela dan tulus dalam merawatnya. "Kami ikhlas lahir batin," imbuhnya.
Saat meninggal, lanjut dia, Gesang seperti merasa tidak ada beban dalam hidupnya. "Mudah-mudahan khusnul khotimah. Beliau juga membaca kalimat suci sesaat sebelum diambil sama Yang Maha Kuasa," tandasnya.
Sementara itu, setelah kabar meninggalnya Gesang, suasana rumah duka banyak dikunjungi pelayat. Mulai kerabat dekat, tetangga hingga masyarakat luas mendatangi rumah yang beralamat di Kemlayan, Solo. Jenazah Gesang sendiri tiba di rumah pukul 20.26 WIB dengan ambulans milik rumah sakit PKU Muhammadiyah.
Pemerintah Jepang Merasa Kehilangan
Pemerintah Jepang merasa kehilangan atas meninggalnya maestro keroncong Gesang Martohartono, demikian disampaikan Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kojiro Shiojiri ketika melayat ke kediaman Gesang, Jumat (21/5).
Didampingi stafnya, Shiojiri tiba di rumah duka di Jalan Bedoyo Nomor 5 Kemlayan, Serengan, Solo sekitar pukul 08.00 WIB. Seperti diketahui, tak sedikit warga Jepang yang menggemari lagu-lagu ciptaan Gesang, khususnya lagu "Bengawan Solo". Bahkan di negeri sakura itu, ada perkumpulan khusus penggemar lagu-lagu Indonesia yang bernama KAI.
Demikian pula dengan Shiojiri, menurutnya lagu "Bengawan Solo" menggambarkan betapa indahnya alam dan keramahan warga Indonesia. Iramanya pun dinilainya cocok bagi warga Jepang. Pada tahun 1991, pemerintah Jepang pernah memberikan penghargaan bintang tanda jasa pada Gesang.
Sementara itu, saat ini di rumah duka tengah berlangsung upacara pelepasan jenazah untuk diberangkatkan ke Balaikota Solo. Jenazah rencananya akan dimakamkan pukul 14.30 WIB di TPU Pracimoloyo, Makam Haji, Kartosuro setelah disemayamkan di Pedhati Gede komplek Balaikota Solo.
Seperti diketahui, Gesang meninggal pukul 18.10 WIB di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, Solo, setelah dirawat selama sembilan hari. Gesang menderita komplikasi penyakit, seperti infeksi saluran kemih dan saluran pernafasan. Sebelumnya, Gesang telah berulang kali keluar masuk rumah sakit.
Menko Kesra Akomodir Usul Gelar Pahlawan Gesang
Menko Kesra Agung Laksono mengatakan dirinya akan mengakomodir usulan Pemkot Solo mengenai pemberian gelar pahlawan bagi Gesang.
"Akan kita akomodir usulan itu," kata Agung saat melayat di rumah duka Jalan Bedoyo Nomor 5 RT 1 RW 6 Kemlayan, Serengan, Solo, Jumat (21/5). Mewakili pemerintah, Agung pun menyampaikan rasa belangsungkawa atas berpulangnya seniman besar tersebut.
Sebelumnya, dalam kesempatan yang sama, Wakil Walikota Solo FX Hadi Rudyatmo menyatakan sudah selayaknya Gesang diberi gelar pahlawan melihat jasa-jasanya, terlebih lagu-lagu ciptaanya telah diterjemahkan dalam tigabelas bahasa.
Bentuk apresiasi lain, lanjutnya, Pemkot Solo akan memperbaiki Taman Gesang yang berada di dalam kawasan Taman Satwa Taru Jurug yang dibangun warga jepang. Perbaikan ini akan direalisasikan setelah perda tentang lokasi wisata itu disahkan, termasuk soal pengelolaannya.
Tak hanya itu, nama Gesang juga nantinya akan diabadikan sebagai salah satu jalan di Kota Solo. Menurut Wakil Walikota, rencananya di jalan sekitar wilayah Sriwedari.
"Kemungkinan di sebelah timur Sriwedari yaitu Jalan Museum yang memiliki banyak nilai historis bagi Gesang," jelas Rudy. Namun demikian menurutnya, hal tersebut masih menunggu masukan dari pihak-pihak lain.
Jenazah Gesang akan Disemayamkan di Balai Kota
Sebelum dimakamkan pada hari ini, jenazah Gesang terlebih dahulu akan disemayamkan di Pendapi Gede, Balai Kota Solo, Jalan Jenderal Sudirman, Solo.
Hal tersebut diungkapkan anggota keluarga Gesang, Yani Efendi saat jumpa pers bersama tim dokter di Aula RS PKU, Solo, Jawa Tengah, Kamis (20/5) malam.
Persemayaman Gesang di Balai Kota merupakan permintaan dari pihak Wali Kota Solo, untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat memberikan penghormatan kepada pencipta Bengawan Solo tersebut.
Setelah itu, siang hari jenazah Gesang kemudian dibawa untuk dimakamkan ke Pracimaloyo, Makam Haji, Solo, Jawa Tengah.
Idap Penyakit Jantung Korner
Gesang Meninggal Karena Faktor Usia
Kamis (20/5) malam, Prof Dr Suradi SpP(K) Mars bersama dr Surya AT Sp Pd dan dr Trisula Sp menjelaskan meninggalnya Gesang masalah utamanya faktor lanjut usia. Meski sebenarnya almarhum juga mengidap penyakit jantung koroner.
Secara kronologis disampaikan bahwa sejak pukul 07.00 WIB, komponis lagu keroncong yang sangat dikenal di Negeri Jepang itu mengalami sesak nafas. Sebelumnya pernah juga mempunyai masalah dengan prostatnya dan gangguan jantungnya, beberapa bulan lalu dan sudah bisa diatasi saat opname di RS PKU Muhammadiyah.
"Namun pada 12 Mei lalu, ketika kontrol kesehatan, kami menyarankan untuk opname karena almarhum mengalami kesadarannya mengalami penurunan. Pada 17 Mei masuk ICU setelah mengalami gangguan pernafasan. Kondisinya sempat membaik, sampai pagi tadi," kata Suradi.
Menurut dr Surya, sebenarnya faktor usia lanjut menjadi kendala dalam perawatan yang lebih intensif terhadap Gesang. Pukul 07.00 WIB terjadi sesak nafas yang kemudian mempengaruhi jantungnya. "Terjadi gangguan pada irama jantung yang disertai dahak. Upaya mengurangi dan melonggarkan dahak dilakukan namun tidak memberikan hasil lebih baik. Dan pukul 18.07 Pak Gesang kami nyatakan sudah meninggal dunia," katanya.
Gesang Rendah Hati, Gemar Menyumbang
Almarhum Gesang adalah figur yang sangat dihormati di jagad keroncong di tanah air. Di kalangan artis dan seniman musik keroncong, terutama yang ada di kota Solo, Gesang dikenal amat low profile, pendiam, dan sangat perduli dengan masa depan musik keroncong.
Gesang amat entengan, misalnya harus menyumbang sebuah pementasan keroncong, ia dengan senang hati akan membantu pendanaan, "Masak aku ora melu nyumbang, satu juta wae ya? (masak saya tidak ikut nyumbang, satu juta saja ya)" begitu kata Gesang seperti ditirukan Willy Tandyo Wibowo salah seorang sahabat almarhum Gesang.
Kerelaannya untuk menyumbang dana itu yang membuat Gesang yang oleh kalangan seniman keroncong dipanggil eyang atau mbah ini, "Kami yang muda-muda ini semakin segan dan hormat, mengingat keadaan (keuangan, red) Pak Gesang ya seperi itu," kata Willy.
"Dengan wafatnya eyang, kami semua sangat kehilangan" kata Willy yang juga wakil ketua HAMKRI (Himpunan Artis Keroncong Indonesia) DPD Surakarta.
Willy mengenal Gesang sejak masih kecil di tahun 60 an, karena mereka bertetangga di kampung Kemlayan Solo. "Waktu itu saya masih main layangan, pak Gesang sudah main musik keroncong," kata Willy.
Maka yang tinggal adalah rasa kagum Willy pada sang maestro, yang pada waktu itu Gesang tidak saja menjadi penyanyi di orkes keroncongnya, tapi juga menciptakan banyak lagu keroncong yang bahkan salah satunya "Bengawan Solo" menjadi mendunia.
Alat musik yang dikuasai Gesang adalah gitar, "Pak Gesang waktu itu sering bermain cuk (sejenis alat musik gitar ukulele)di grup keroncongnya," kata Willy Tandyo Wibowo yang pernah satu grup keroncong dengan almarhum Gesang, Waljinah, dan Djudjuk Djuariah.
Pejuang Gesang, wafat bertepatan dengan hari kebangkitan nasional, 20 Mei 2010 di Solo. Bengawan Solo adalah nama sungai. Namun Oleh Gesang, dipopulerkan menjadi sebuah lagu Indonesia berirama keroncong. Diciptakan Gesang tahun 1940, lagu ini terinsipirasi dari sebuah sungai asli dengan nama yang sama di Jawa Tengah.
Liriknya mendeskripsikan sungai tersebut dengan gaya yang nostalgik.
Setelah Perang Dunia II, pasukan Jepang yang kembali ke negaranya membawa lagu ini bersama mereka. Di sana, lagu ini menjadi populer setelah dinyanyikan berbagai penyanyi, di antaranya Toshi Matsuda.
Berikut liriknya;
Bengawan Solo
Artist: Gesang
I V
Bengawan Solo
IV I
Riwayatmu ini
Sedari dulu jadi
Perhatian insani
Musim kemarau
Tak seb'rapa airmu
Di musim hujan, air
meluap sampai jauh
Ref:
I IV
Mata airmu dari Solo
V I
Terkurung Gunung Seribu
Air mengalir sampai jauh
IV V
Akhirnya ke laut
Itu perahu
Riwayatmu dulu
Kaum pedagang s'lalu
Naik itu perahu
Jika Anda tertarik mendowload lagunya, http://gudanglagu.com/mp3/9165/164273511/7434880e/gesang-bengawan-solo.mp3.html
Dirangkum dari beberapa tulisan:
Solo, CyberNews.
20 Mei 2010
TribunFarodlilah /CN12
Gading Persada /CN16
Arif M Iqbal CN13
Willy Tandyo Wibowo
Bambang Isti /CN13
sri wahjoedi , Wisnu Kisawa/CN13